Senin 20 Oct 2025 12:50 WIB

Israel Khawatirkan Turki, Menlu Hakan Fidan: Kita Kawal Palestina Merdeka

Israel khawatirkan pengaruh Turki yang memecah konstelasi geopolitik Timur Tengah.

Suasana pencarian jenazah sandera Israel yang terkubur di Khan Younis, Jalur Gaza, Jumat (17/10/2025).
Foto: Muhammad Rabah/Dok Republika
Suasana pencarian jenazah sandera Israel yang terkubur di Khan Younis, Jalur Gaza, Jumat (17/10/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah kekhawatiran baru yang tak terduga perlahan menyusup ke dalam peta strategi Israel di Gaza. Bukan dari serangan roket atau terowongan bawah tanah, melainkan dari kekuatan regional yang jauh lebih besar dan sulit dihadang: Turki.

Dengan bendera kemanusiaan sebagai tameng dan ambisi politik yang tak tersembunyikan, Ankara kini menginjakkan kakinya di puing-puing Gaza—seperti bayangan yang membesar, mengancam untuk mengoyak-oyak rencana Israel hingga berkeping-keping.

Baca Juga

Setiap traktor Turki yang membersihkan puing, setiap tenda bantuan yang didirikan, adalah paku lain yang melonggarkan cengkeraman Israel, membawa mimpi buruk yang paling ditakuti Tel Aviv: kemerdekaan Palestina yang tak terelakkan, dengan perbatasan 1967 yang hidup kembali seperti hantu yang bangkit dari kubur.

Negeri yang terkenal dengan kisah heroik Muhammad al Fatih sang pembebas Konstantinopel itu tidak main-main! Di tengah dunia yang diam, Ankara justru menggalang kekuatan untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina berdasarkan peta 1967.

Peta ini merujuk pada situasi geografis dan politik sebelum Perang Enam Hari yang berlangsung antara 5 hingga 10 Juni 1967. Batas-batas sebelum perang ini dikenal sebagai "Garis Hijau", yang ditetapkan oleh Perjanjian Gencatan Senjata 1949 setelah Perang Arab-Israel 1948.

Pada peta pra-1967, wilayah yang disebut Palestina secara de facto terbagi menjadi dua area utama yang tidak berada di bawah kendali Israel: Jalur Gaza yang dikuasai Mesir dan Tepi Barat yang berada di bawah kendali Yordania, termasuk Yerusalem Timur.

Pada peta itu, Jalur Gaza memiliki status sebagai wilayah yang dikelola oleh Mesir, sementara Tepi Barat, termasuk bagian timur Yerusalem, berada di bawah pemerintahan Yordania.

Wilayah-wilayah ini merupakan sisa dari wilayah yang seharusnya menjadi negara Arab berdasarkan Rencana Pembagian PBB tahun 1947. Namun, status politiknya tetap rumit karena garis-garis gencatan senjata 1949 tidak dimaksudkan sebagai batas permanen. Situasi ini berubah secara drastis setelah Perang Enam Hari pada Juni 1967.

Perang Enam Hari menjadi titik balik yang mengubah secara fundamental peta wilayah tersebut. Dalam perang singkat itu, Israel menduduki Jalur Gaza, Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, Semenanjung Sinai (dari Mesir), dan Dataran Tinggi Golan (dari Suriah).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement