Sabtu 18 Oct 2025 06:29 WIB

Sisi Gelap Makanan Viral - Cokelat Dubai, Matcha, dan Quinoa

Cokelat isian krim pistasio, teh hijau penambah energi, dan serealia ‘superfood’ sempat jadi tren. Namun dibalik kehebohan makanan tersebut ada dampak buruk terhadap lingkungan.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Wolfgang Maria Weber/IMAGO
Wolfgang Maria Weber/IMAGO

Bagian luarnya cokelat susu lembut sedang dalamnya berisi krim pistasio dengan helaian rambut manis dan renyah (kadayif) yang kerap disebut "rambut malaikat.” Cokelat Dubai dianggap sebagai penganan manisan yang mewah. Penciptanya adalah Sarah Hamouda, pemilik pabrik "Fix Dessert Chocolatier” di Dubai.

Dengan bantuan para influencer, kreasi Hamouda dipromosikan di media sosial sebagai tren kuliner eksklusif baru dan mulai mengglobal. Harga rata-rata cokelat pistasio mewah ini mencapai tujuh euro (Rp 134 ribu) per 100 gram, membuat orang-orang ramai mencari resep online agar dapat membuat cokelat dubai sendiri di rumah.

Namun, tren ini punya harga ekstra: sejak viral cokelat Dubai pada akhir 2023, permintaan global akan kacang pistasio pun melonjak. Pada 2024, jumlah impor pistasio (dengan cangkang) ke Uni Eropa meningkat lebih dari sepertiga dibanding tahun sebelumnya. Nilai pasar pistasio impor ke UE untuk pertama kalinya melebihi 1 miliar euro (Rp 19 triliun).

Budidaya kacang pistasio butuh banyak air

Dampaknya terasa bagi negara penghasil pistasio. Pohon pistasio cocok tumbuh di iklim panas dan kering, tanaman ini sering menggantikan tanaman lain seperti pohon zaitun di beberapa wilayah. Di Spanyol, produsen terbesar pistasio di Eropa, luas lahan pistasio meningkat lima kali lipat sejak 2017.

"Pistasio sebenarnya menarik dalam konteks perubahan iklim, dan bisa menjadi bentuk adaptasi iklim yang baik bagi petani," ujar Stig Tanzmann dari organisasi kerjasama pembangunan global "Brot für die Welt”.

Namun kenyataannya, banyak kebun pistasio menggunakan irigasi tambahan. "Tanamannya memang cocok beradaptasi dengan iklim, tapi tetap butuh disiram air agar hasilnya berkualitas tinggi dan dapat dijual ke pasar dengan harga mahal,” jelas Tanzmann.

Untuk menghasilkan 1 kilogram pistasio, dibutuhkan lebih dari 10.000 liter air, sebagian besar dari irigasi tambahan. Ini dapat menyebabkan masalah air serius di daerah kering. Sebagai perbandingan: 1 kilogram kacang tanah hanya memerlukan sekitar 2.800 liter air dan 90% air berasal dari air hujan.

Selain itu, seperti komoditas lainnya yang tiba tiba viral, pistasio juga ditanam dalam sistem monokultur. Dampaknya: penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang tinggi.

Meski tanaman pistasio tahan panas, tanaman ini juga memerlukan periode dingin untuk memicu bunga, perubahan iklim jadi tantangannya. Musim dingin yang semakin hangat, membuat pohon pistasio sulit berbunga dan tanpa bunga, tidak ada buah.

Matcha: permintaan melonjak, harga meroket

Dampak negatif juga muncul pada tren makanan lainnya, seperti matcha (teh hijau). Pasokannya menipis sedang harganya meroket, sejak permintaan global meningkat drastis. Padahal, teh hijau bubuk ini sejak dahulu sudah tergolong eksklusif.

Walau teh hijau berasal dari Cina, matcha berkualitas terbaik ditanam di Jepang. Tanaman teh hijau tersebut dilindungi dari matahari sebelum dipanen, dipetik dengan mesin manual, lalu daunnya dikukus, dikeringkan, batang dan tulang daunnya dibuang, dan hanya sisa daunnya yang digiling halus.

Di Jepang, matcha berkualitas tinggi digunakan terutama dalam upacara minum teh tradisional. Namun karena kandungan antioksidan, vitamin, dan mineralnya, matcha kini menjadi "superfood” global. Matcha kini dijual di mana-mana dari jenis minuman hingga cokelat batangan.

Menurut Asosiasi Teh & Herbal Jerman, antara Januari dan Agustus 2024, lebih dari 240 ton matcha diimpor ke Jerman. Jumlah ini naik 240% dibanding tahun sebelumnya. Tren ini diperkirakan akan terus tumbuh karena gaya hidup sehat sedang populer. Analisis pasar internasional memprediksi pasar global matcha bisa mencapai hampir dua kali lipat dalam lima hingga tujuh tahun ke depan.

Lonjakan permintaan ini menyebabkan kelangkaan. Perusahaan besar seperti Marukyu Koyamaen menyatakan pasokan terbatas. Ippodo Tea bahkan hampir kehabisan semua stok matcha.

Di Jepang, harga matcha di tingkat grosir naik hampir tiga kali lipat dibanding tahun lalu, dan harga ecerannya naik dua kali lipat. Menurut Yuji Yamakita, pedagang teh di Kyoto, "Harga tinggi ini sangat terasa bagi yang ingin menggelar upacara minum teh dan para pembuat kue manis. Banyak orang berhenti atau mengurangi konsumsi matcha.”

Para pedagang teh domestik menjadi pihak yang paling terdampak. Yamakita khawatir, petani teh kecil yang tidak punya modal dan peralatan modern kesulitan memenuhi permintaan dan terancam tersingkir dari pasar.

Quinoa: sisi gelap "superfood” dari Andes

Contoh lain dampak tren makanan global adalah quinoa, serealia semu asal pegunungan Andes - Amerika Selatan. Pada 2013, FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian PBB) menetapkan "Tahun Internasional Quinoa” untuk menyoroti pentingnya tanaman ini bagi ketahanan pangan. Setelah quinoa dipromosikan sebagai "superfood”, permintaannya pun melonjak tajam.

Akibatnya, di Peru dan Bolivia sebagai produsen utama, harga quinoa naik drastis, sehingga masyarakat lokal kesulitan membeli bahan makanan pokok mereka sendiri.

Dampak lingkungan pun muncul. Secara tradisional, lahan quinoa dibiarkan diistirahatkan hingga 7 tahun agar tanahnya pulih kembali, jelas organisasi kerjasama pembangunan Welthungerhilfe. Tapi karena permintaan tinggi, masa istirahat dipangkas jadi 1 tahun dan penggunaan pupuk kimia, pestisida, serta mesin berat meningkat. Hal ini merusak struktur tanah.

"Selain itu, lahan yang sama sekali tidak cocok untuk pertanian juga dimanfaatkan," kata Marcus Wolter, ahli pertanian dan pangan di organisasi kerjasama pembangunan Katolik Misereor. Misalnya, di daerah yang mirip gurun dan ditumbuhi semak-semak di dataran tinggi Bolivia, yang sebelumnya digunakan untuk memelihara llama.

"Daerah itu terlalu kering untuk penanaman tanaman pangan seperti quinoa dalam skala besar. Pertanian di wilayah tersebut berjalan dengan baik selama beberapa tahun karena turun cukup hujan tepat saat tren quinoa dimulai– tetapi sejak beberapa tahun terakhir, hujan tidak turun lagi,” jelas Wolter.

Pembajakan tanah untuk pertanian juga berdampak negatif. "Dalam iklim seperti ini, dengan angin kencang, pembajakan tidak boleh dilakukan. Lapisan tanah yang sedikit subur akan dengan cepat tertiup angin.” Hal ini juga mempersulit tanah digunakan untuk peternakan setelah penanaman quinoa, menurut Wolter, "padang rumput juga menjadi kurang subur”.

Apa yang terjadi setelah tren berlalu?

Baik itu pistasio, matcha, quinoa, atau tren makanan berikutnya - para produsen diingatkan untuk tidak terlalu bergantung pada satu komoditas. "Mereka disarankan untuk menyeimbangkan antara pasar global dan lokal," ujar Claudia Brück dari Fairtrade Jerman. Dengan begitu, ketika tren berlalu dan harga turun, petani tetap punya penghasilan.

"Idenya: hindari monokultur. Misalnya tanam dua baris kopi, satu baris kacang-kacangan. Ini menjaga kesuburan tanah dan memberi petani sumber pangan sendiri. Lalu hasil lainnya, seperti mangga, bisa dijual ke pasar internasional.”

Tapi bukan hanya petani — pihak yang mendorong tren juga harus berpikir dan bertindak secara berkelanjutan, kata Stig Tanzmann. "Kalau kita ikut mempromosikan sesuatu, maka kita juga punya tanggung jawab atas dampaknya, bukan hanya soal keuntungan.” "Jika kita gencar mempromosikan sesuatu kita juga memiliki tanggung jawab terhadap tren tersebut dan harus memikirkannya dari awal hingga akhir. tidak hanya berfokus pada bagaimana menjualnya sebanyak mungkin.”

Dan mungkin, bagi para konsumen juga perlu lebih skeptis terhadap "tren makanan baru”.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Sorta Caroline

Editor: Agus Setiawan

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement