Ahad 28 Sep 2025 17:29 WIB

Eddy Soeparno Soroti Sisa Makanan dan Plastik Jadi Ancaman di Indonesia

Tumpukan sampah yang tidak dikelola turut berdampak pada pencemaran sungai.

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Erik Purnama Putra
Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno (tengah) menyampaikan paparan bersama Masyarakat Peduli Ciliwung dan Lingkungan Hidup (Mat Peci) Usman Firdaus (kiri) dan Founder Indonesia Water Warriors (IWW) Neil Andika (kanan) saat menjadi narasumber dalam ESGnow Movement: Climate Talk di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Ahad (28/9/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno (tengah) menyampaikan paparan bersama Masyarakat Peduli Ciliwung dan Lingkungan Hidup (Mat Peci) Usman Firdaus (kiri) dan Founder Indonesia Water Warriors (IWW) Neil Andika (kanan) saat menjadi narasumber dalam ESGnow Movement: Climate Talk di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Ahad (28/9/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPP) RI Eddy Soeparno menyebut, Indonesia sudah masuk kondisi darurat sampah. Dia menjelaskan, setiap tahun Indonesia memproduksi 56 juta ton sampah. Tidak semuanya bisa dikelola kembali.

Dua jenis sampah yang paling banyak, menurut Eddy, yakni sampah sisa makanan dan sampah plastik. "Sisa makanan menghasilkan metan yang tinggi, plastik susah diurai," kata Eddy saat menjadi pembicara dalam ESGnow Movement Climate Talk Republika di Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Ahad (28/9/2025).

Baca Juga

Eddy menegaskan, penanganan permasalahan tersebut menjadi tanggung jawab bersama. Solusinya, kata dia, bukan sekadar penanganan di hilir seperti memungut atau membakar sampah.

Wakil ketua umum DPP PAN tersebut menyinggung informasi tentang insinerator, yakni teknologi untuk mengolah sampah dengan cara dibakar pada suhu sangat tinggi di dalam tungku khusus. Manfaatnya selain mengurangi volume sampah, panas yang dihasilkan bisa diubah menjadi energi listrik atau energi baru terbarukan.

Menurut Eddy, langkah tersebut baik. Namun, lebih dari itu, penanganan di akar atau hulu harus lebih masif dilakukan, salah satunya melalui edukasi kepada masyarakat.

"Mau lebih hulu lagi, produsen sampah, produsen plastik yang banyak kita ketemu di sungai, harus ada extended producer responsibility agar mereka juga bertanggung jawab atas sampah yang diproduksi," ucap Eddy.

Tumpukan sampah yang tidak dikelola turut berdampak pada pencemaran sungai. Menurut dia, saat ini sekitar 60 persen sungai di Indonesia sudah tercemar. Penyebab terbesar datang dari aktivitas rumah tangga.

"Yang masak membuang minyak jelantahnya, yang mencuci dengan deterjen. Belum lagi kotoran manusia, mohon maaf, dan lain-lain. Belum lagi nanti industri dan lain-lain," ujar Eddy.

Dia menjelaskan, industri yang menyebabkan pencemaran sungai juga beragam, mulai pengolahan, pertambangan, peternakan, perikanan, dan lain-lain. Eddy menyebut, saat ini dibutuhkan kerja sama antarinstansi terkait untuk mencari langkah solutif. Para wakil rakyat di Senayan berkolaborasi dengan kementerian/lembaga, komunitas, media, dan sebagainya.

Dengan demikian, kata Eddy, tugas mengurusi sungai tidak hanya dibebankan kepada satu pihak seperti pemerintah daerah. Semua pihak memiliki tanggung jawab yang sama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement