REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Transparansi Tender Indonesia (TTI) mengusulkan pemerintah agar mempertimbangkan pelibatan Koperasi Merah Putih yang sudah berdiri di Seluruh Indonesia dalam pengelolaan Makan Bergizi Gratis.
Ketua TTI, Nasruddin Bahar, mengatakan usulan ini mempunyai sejumlah keuntungan. Yang jelas, pemerintah tidak perlu memikirkan lagi pembangunan fisik. Padahal jika dijumlahkan total anggaran untuk pembangunan dapur dan pengadaan alat-alat masak mencapai ratusan triliun rupiah.
Dia menilai BGN cukup menggandeng Koperasi Merah Putih yang sudah ada di setiap Desa di Indonesia. BGN hanya membayar kepada Koperasi Desa nanti keuntungan Koperasi bisa memberdayakan masyatakat desa.
“Jika Koperasi Desa diberi kempatan maka kegiatan ekonomi di desa akan bergerak Koperasi bisa memberdayakan ibu-ibu PKK,” kata dia, dalam perbincangannya dengan Republika.co.id, Rabu (10/9/2025).
Usulan tersebut, kata Nasaruddin, muncul bukan dari ruang hampa. Dirinya menemukan, alih-alih memperkuat pelayanan publik, program ini justru membuka jalan bagi konglomerasi Yayasan yang beroperasi bak perusahaan di sejumlah wilayah.
Dia menilai terdapat kesalahan mendasar dalam regulasi dan implementasi program. Dirinya mempertanyakan, mengapa uang negara melalui APBN justru lebih banyak mengalir ke konglomerasi investor melalui Yayasan-Yayasan Dapur Mandiri?
“Kontrak lima tahun itu nilainya jauh lebih besar dibandingkan pembangunan fisik yang bekerja sama dengan pemerintah daerah melalui lahan pinjam pakai,” kata dia.
Secara hukum, Yayasan bersifat nirlaba sesuai UU No. 16 Tahun 2001 jo. UU No. 28 Tahun 2004. Namun dalam praktiknya, proyek Dapur BGN justru dijalankan 90 persen dengan skema bisnis Yayasan.
Polanya sederhana yaitu modal awal pembangunan ditukar dengan nilai kontrak pembayaran per porsi dikalikan jumlah penerima manfaat. Dengan skema ini, APBN yang seharusnya digunakan untuk membangun dapur fisik justru dialihkan ke kontrak jangka panjang.
