REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hujan deras itu seperti tangan-tangan air mata ibu yang kehilangan anaknya. Itulah ungkapan dari Muhammad Bagir Shadr, Mahasiswa Fakultas Hukum (FH), Universitas Indonesia (UI) di hadapan ratusan demonstran.
Suara para mahasiswa yang turun aksi ini tak kuyup di bawah derasnya hujan yang membersamai mereka saat menggeruduk gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Jakarta, Selasa (9/9/2025).
“Hujan di sini, itu seperti tangan-tangan air mata ibu yang kehilangan anaknya. Dan itu semua setiap hari yang terjadi di negeri ini,” teriak Bagir dalam orasinya di depan gedung DPR RI, Selasa (9/9/2025).
Dari kejauhan, terlihat ratusan massa dengan almamater kuning, biru, dan oranye berbasah-basahan tertutup payung. Mereka adalah mahasiswa dari tiga universitas berbeda yaitu UI, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta), dan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (Unika Atma Jaya). Tujuan mereka hanya satu, ingin kejelasan dari tuntutan 17+8 yang bahkan sudah lewat deadline saja masih belum rampung dikumpulkan.
Bagir melihat negara ini seperti sedang menangis, karena Indonesia, melalui pemerintahannya, melanggar janji kemerdekaannya. Bukan tanpa sebab, pelanggaran janji itu disebutkan terlihat dari runtutan kasus yang terjadi akhir-akhir ini khususnya pada tuntutan rakyat yang jelas belum dirampungkan oleh pemerintah.

Maka dari itu di bawah derai hujan, dengan semangat, Bagir meneriakkan, hujan yang menemani mereka adalah bukti dari semangat mahasiswa dan rakyat yang masih ada. Kritik pemerintah, berisiknya aspirasi, luapan kemarahan rakyat, baginya adalah cara mereka untuk terus mencintai Indonesia.
“Dan cara untuk mencintai Indonesia adalah dengan mengkritik, dengan menyampaikan aspirasi, dengan meluapkan kemarahan kita,” ujar dia.
Kepada siapa? Ucap Bagir, tentu kepada para pejabat publik yang selama ini menghiraukan kemarahan rakyat. Mereka adalah orang-orang yang bisa makan kenyang dari uang pajak rakyat. Mereka adalah orang-orang yang digaji dari uang pajak rakyat. Mereka adalah yang tidak pernah menyejahterakan rakyat,
“Kepada para orang-orang yang selama ini makan dari pajak rakyat, tapi tidak pernah benar-benar menyejahterakan rakyat,”kata dia.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, Zayyid Sulthan Rahman, menegaskan, aksi demonstrasi ini adalah aksi seluruh masyarakat Indonesia. Meski mereka berbalut almamater kuning, biru, dan oranye, tapi mereka bergerak dalam simbol rakyat Indonesia.
“Bahwa ini adalah aksi seluruh masyarakat Indonesia,” tegas Zayyid dalam orasinya.
Dengan penuh semangat, dia mengajak seluruh lapisan masyarakat mulai dari mahasiswa, sopir ojek online, bahkan polisi juga tak luput diberi kesempatan untuk dapat bersuara di depan.