REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan adanya seorang pegawai di Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag) yang membeli dua rumah. KPK mengendus pembayaran atas dua rumah tersebut diduga memakai uang fee jual-beli kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi.
“Dibeli pada tahun 2024 secara tunai dan diduga berasal dari fee jual-beli kuota haji Indonesia,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan dalam keterangannya pada Selasa (9/9/2025).
KPK mendapat informasi bahwa dua rumah itu dibeli dengan harga Rp6,5 miliar. Bahkan pembayarannya pun ditebus secara tunai.
“Dengan total nilai kurang lebih sebesar Rp6,5 miliar,” ujar Budi.
KPK memastikan rumah tersebut telah disita penyidik pada 8 September. Adapun rumah itu berlokasi di sekitar Jakarta Selatan.
"Penyitaan dilakukan pada perkara tindak pidana korupsi terkait kuota haji dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024 pada Kementerian Agama," ujar Budi.
Sebelumnya, KPK mengungkap dugaan asosiasi yang mewakili perusahaan travel melobi Kemenag supaya memperoleh kuota yang lebih banyak bagi haji khusus. KPK mengendus lebih dari 100 travel haji dan umrah diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi kuota haji ini. Tapi, KPK belum merinci ratusan agen travel itu.
KPK menyebut setiap travel memperoleh jumlah kuota haji khusus berbeda-beda. Hal itu didasarkan seberapa besar atau kecil travel itu. Dari kalkulasi awal, KPK mengklaim kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 1 triliun lebih.
KPK sudah menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan meski tersangkanya belum diungkap. Penetapan tersangka merujuk pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.