REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden China Xi Jinping memperingatkan, dunia sedang menghadapi pilihan antara perdamaian atau perang. Pidato itu dilontarkan XI saat menyelenggarakan parade militer terbesar China yang dihadiri Presiden Rusia Vladimir Putin, Pemimpin Tertinggi Korea Utara (Korut) Kim Jong-un, hingga Presiden RI Prabowo Subianto.
Parade tersebut menandai puncak pekan penuh diplomasi yang dianggap sebagai teguran terhadap Barat. Parade di Tiananmen Square tersebut merupakan pameran besar perangkat keras dan personel militer, yang diselenggarakan untuk memperingati 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II, yang disebut China sebagai perang melawan agresi Jepang.
Namun, justru yang belum pernah terjadi sebelumnya, Xi, Putin, dan Kim berbincang dan berjabat tangan saat berjalan di karpet merah, yang menurut para analis mengirimkan pesan perlawanan kepada Barat. Pasalnya, tarif perdagangan dan kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald John Trump yang fluktuatif membebani hubungan China dengan sekutu dan rival.
"Saat ini, umat manusia dihadapkan pada pilihan damai atau perang, dialog atau konfrontasi, menang-menang atau zero-sum," ujar Xi kepada lebih dari 50 ribu penonton di Tiananmen Square seraya menambahkan bahwa rakyat China "berdiri teguh di sisi sejarah yang benar".
Dia mengatakan, China adalah negara besar yang "tidak pernah terintimidasi oleh para penindas" dalam sebuah referensi terselubung kepada AS dan sekutunya. Xi pun memperingatkan bahwa China "tak terhentikan", sebelum unjuk kekuatan militer besar-besaran dimulai.
"Beijing mengirimkan pesan...bahwa meskipun negara-negara Barat terus memberikan sanksi kepada Rusia terkait Perang Rusia-Ukraina, Beijing tidak akan takut untuk mendukung sahabatnya," ujar peneliti di Global China Hub, Atlantic Council, Wen-ti Sung dikutip dari The Guardian.