Rabu 03 Sep 2025 08:25 WIB

Polisi Tangkap 1.747 Orang Selama Kerusuhan Demo di Jawa Tengah

1.058 di antaranya masih berusia anak-anak dan sisanya dewasa.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Mas Alamil Huda
Personel kepolisian menembakkan gas air mata ke arah pengunjuk rasa di depan Mapolda Jateng, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (29/8/2025). Unjuk rasa yang menuntut pengusutan kasus penabrakan pengemudi ojek online Affan Kurniawan oleh mobil rantis Brimob hingga tewas itu berakhir ricuh.
Foto: ANTARA FOTO/Aji Styawan
Personel kepolisian menembakkan gas air mata ke arah pengunjuk rasa di depan Mapolda Jateng, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (29/8/2025). Unjuk rasa yang menuntut pengusutan kasus penabrakan pengemudi ojek online Affan Kurniawan oleh mobil rantis Brimob hingga tewas itu berakhir ricuh.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Jajaran kepolisian di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menangkap sebanyak 1.747 orang selama serangkaian unjuk rasa yang berlangsung di berbagai daerah di provinsi tersebut pada 29 Agustus hingga 1 September 2025.

"Dari 29 Agustus sampai 1 September 2025, akibat adanya rusuh massa, telah dilakukan penindakan oleh jajaran kepolisian daerah Jawa Tengah. Yang diamankan berjumlah 1.747 orang," ungkap Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Dwi Subagio saat memberikan keterangan pers di Mapolda Jateng, Kota Semarang, Selasa (2/9/2025).

Baca Juga

Dia menambahkan, dari 1.747 orang yang ditangkap, 1.058 di antaranya masih berusia anak-anak. Sedangkan sisanya adalah dewasa. "Telah dilakukan penegakan hukum dengan jumlah laporan polisi sebanyak 17 laporan, 46 orang tersangka telah ditetapkan," kata Dwi.

Dwi menjelaskan, Ditreskrimum Polda Jateng menangani dua kasus yang terjadi pada 29 dan 30 Agustus 2025. "Di mana telah terjadi penyerangan oleh para perusuh terhadap Mako Polda Jawa Tengah dan perusakan di beberapa tempat, termasuk soal pembakaran mobil di dalam kompleks Kantor Gubernur," ucapnya.

Berdasarkan kasus tersebut, Ditreskrimum Polda Jateng telah menetapkan tujuh tersangka, enam di antaranya masih berusia anak-anak. "Para pelaku terutama anak-anak ini sebagian besar adalah pelajar SMP dan SMA, dari beberapa tempat, di antaranya Demak, Semarang, dan Ungaran," kata Dwi.

Menurut Dwi, para pelaku anak tidak ditahan. Mereka menjalani pembinaan dan diperingatkan agar tak mengulangi perbuatannya, kemudian dikembalikan ke keluarganya masing-masing.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement