Rabu 27 Aug 2025 17:24 WIB

Unpad Sayangkan Ucapan Susi Pudjiastuti soal Polemik KJA

Langkah selanjutnya terhadap Susi masih dalam pertimbangan dan kajian Unpad

Rep: Muhammad Taufik Hidayat/ Red: Sandy Ferdiana
Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Arief Sjamsulaksan Kartasasmita Ph.D didampingi Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unpad Prof Yudi Nurul Ihsan menerima sejumlah tokoh mendiskusikan seputar polemik KJA Pangandaran di gedung Rektorat Unpad, Bandung, Rabu (27/8/2025).
Foto: Muhammad Taufik Hidayat/REPUBLIKA
Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Arief Sjamsulaksan Kartasasmita Ph.D didampingi Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unpad Prof Yudi Nurul Ihsan menerima sejumlah tokoh mendiskusikan seputar polemik KJA Pangandaran di gedung Rektorat Unpad, Bandung, Rabu (27/8/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Arief Sjamsulaksan Kartasasmita Ph.D menanggapi pernyataan tidak etis dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti salah satu profesor Unpad. Saat ini, Unpad masih mempertimbangkan langkah yang akan diambil dalam menyikapi ucapan Susi Pudjiastuti.

Pihaknya tidak akan terburu-buru mengambil langkah resmi. Menurutnya, perlu ada kajian mendalam agar sikap yang diambil tetap dalam koridor akademik.

“Karena sudah masuk ke ruang publik, tentu kami akan mengkaji bagaimana hal ini disikapi secara akademik,” ujar Arief usai menerima sejumlah tokoh di gedung Rektorat Unpad, Bandung, Rabu (27/8/2025). Tokoh yang hadir membincangkan polemik KJA Pangandaran bersama rektor Unpad, di antaranya Penggagas Pemekaran Pangandaran Drs H Eka Santosa, tokoh Sunda Satria Kamal (Kang Mamay Solihin GP), dan Wakil Ketua Umum IKA Unpad Budi Hermawan.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republikajabar (@republikajabar)

Sementara rektor Unpad didampingi oleh Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unpad Prof Yudi Nurul Ihsan dan Wakil Dekan FPIK Prof Dr Rita Rostika.        

Arief menilai, perdebatan akademik mengenai keramba jaring apung (KJA), maupun lobster seharusnya ditempatkan pada ruang diskusi ilmiah, bukan saling serang di ruang publik. Pihaknya sepakat, bahwa perdebatan itu tidak lain merupakan bentuk menjaga lingkungan.    

Namun, Arief menyatakan, pendapat akademik juga harus dihargai, apalagi disertai data yang valid dan ilmiah. Terkait ucapan Susi yang menyinggung pribadi seorang profesor Unpad, Arief akan mengkajianya.

‘’Apakah itu menyinggung institusi atau sebatas pernyataan personal,’’ tambah Arief. Meski begitu, pihaknya menyayangkan penggunaan kata-kata kasar di ruang publik.

Kata Arief, kata-kata kurang elok di ruang publik, akan diartikan berbagai macam oleh masyarakat. Untuk itu, dirinya menganjurkan untuk tidak menggunakan kata yang tidak tepat.

Wakil Ketua DPRD Jabar Ono Surono menyoroti polemik KJA lobster Pangandaran yang melibatkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Unpad. Polemik KJA lobster juga memiliki singgungan dengan praktik penjualan benih lobster.

Menurutnya, kebijakan yang ada sering berbenturan dengan kebutuhan ekonomi nelayan di lapangan. “Dulu pemerintah melalui Kementerian Kelautan sempat melarang ekspor baby lobster. Akibatnya tidak berjalan, karena nelayan masih butuh makan, sehingga banyak terjadi konflik di lapangan,” katanya.

Ono menilai, pemerintah juga sempat menghadirkan opsi pembesaran lobster. Namun, hal mendasar yang harus dipikirkan adalah kesejahteraan nelayan. Permasalahan lobster ini, tutur dia, harus dikaji secara komprehensif dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan.

‘’Pemerintah harus hadir dalam masalah ini,” tegasnya. Pihaknya mengapresiasi langkah Unpad yang terlibat aktif melalui riset di bidang perikanan.

Kata dia, Unpad harus diapresiasi karena mau melakukan penelitian yang hasilnya bisa menyelesaikan masalah, baik dari aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Ono mengajak semua pihak menahan diri dan memberi kesempatan kepada Unpad untuk melakukan penelitian.

Diakui Ono, akademisi berperan penting menjadi penengah jika ada kepentingan yang saling bertolak belakang. “Pemprov dan pemkab harus duduk bersama dengan akademisi untuk mencari solusi terbaik,” tandas Ono. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement