Senin 25 Aug 2025 14:04 WIB

Demo 25 Agustus, Terkenang Perintah Tegas Gus Dur 'Bubarkan DPR'

Salah satu isi dekret itu ialah pembubaran MPR/DPR RI.

Putri Presiden keempat indonesia K.H Abdurrahman Wahid, Inayah Wahid melihat koleksi lukisan Gus Dur di rumah pergerakan Gus Dur saat acara peresmian di Menteng, Jakarta Pusat.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada siang hari ini, Senin (25/8/2025), sejumlah massa menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Tidak hanya para mahasiswa dan aktivis, pelajar STM pun tampak ikut dalam aksi unjuk rasa ini. Kehadiran mereka membuat suasana depan gedung dewan semakin penuh sorakan.

Anak-anak STM itu membawa poster bertuliskan “Bubarkan DPR”. Ada juga yang mengibarkan bendera bergambar tengkorak hitam ala One Piece, sebagai simbol perlawanan terhadap wakil rakyat.

Baca Juga

Sesungguhnya, wacana atau gagasan membubarkan parlemen bukanlah barang baru. Bahkan, seruan agar DPR dibubarkan pernah disampaikan orang nomor satu di republik ini, yakni sosok presiden.

Ini terjadi tatkala KH Abdurrahman Wahid menjadi presiden RI sejak 20 Oktober 1999. Sosok yang akrab disapa Gus Dur itu tak sampai tuntas menyelesaikan masa jabatannya. Sebab, di tengah jalan kekuasaannya "digulingkan."

Belum genap dua tahun menjabat sebagai presiden RI, Gus Dur menggegerkan jagat perpolitikan nasional. Ia mengambil langkah yang cukup kontroversial: mengeluarkan Dekret Presiden yang berisi antara lain pembubaran MPR/DPR RI.

Dekret, atau kerap pula disebut sebagai maklumat, itu diumumkan Gus Dur di Jakarta pada 23 Juli 2001 pukul 01.05 WIB. Ada tiga poin utama.

Pertama, pembubaran MPR RI dan DPR RI. Kedua, mengembalikan kedaulatan langsung ke tangan rakyat dengan mempercepat pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) dalam waktu satu tahun. Ketiga, membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan Gus Dur terhadap Sidang Istimewa (SI) MPR RI.

Namun, gebrakan politik tersebut tidak memperoleh dukungan. Sebaliknya, langkah itu justru mempercepat kejatuhan Gus Dur dari kursi presiden.

Pada hari yang sama, MPR RI resmi menarik mandat kepresidenan yang sebelumnya diberikan kepada Gus Dur. Majelis kemudian menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai presiden RI kelima, menggantikan cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari itu. Alhasil, suami Sinta Nuriyah tersebut hanya 20 bulan menduduki kursi kepala negara Indonesia.

Sebelum lengser, Gus Dur memang menghadapi tekanan politik yang sangat berat. Ia diterpa sejumlah isu, termasuk tudingan penyalahgunaan dana Badan Urusan Logistik (Bulog) yang dikenal dengan sebutan Bulog Gate.

photo
Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) - (Wahid Institute)

Situasi kian pelik ketika MPR menggelar Sidang Istimewa yang dipimpin Amien Rais dan menjatuhkan mosi tidak percaya terhadap dirinya. Alih-alih tunduk, Gus Dur memilih melawan dengan dekret yang kemudian menjadi salah satu catatan paling dramatis dalam sejarah politik Indonesia sejak dimulainya Era Reformasi 1998.

Berbeda dengan masa kini, pemilihan presiden dan wakil presiden RI kala itu dilakukan dengan mekanisme pemilihan via wakil-wakil rakyat di MPR RI. Dalam sidang paripurna MPR RI pada 20 Oktober 1999, Gus Dur yang dicalonkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan koalisi yang disebut Poros Tengah berhasil mengalahkan Megawati Soekarnoputri dengan 373 suara berbanding 313 suara. Padahal, Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) yang dinakhodai sang putri Bung Karno itu telah memenangkan pemilu legislatif 1999.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement