REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA – Berdasarkan hasil rapat koordinasi (rakor) sepuluh provinsi penghasil sumber daya alam menempatkan Kalimantan Tengah pada posisi ketiga setelah Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.
Namun ironisnya penerimaan daerah masih jauh lebih kecil dibandingkan besarnya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang masuk ke pusat.
"Oleh sebab itu, akan diagendakan pertemuan dengan Presiden agar ada keadilan bagi daerah penghasil," kata Wakil Gubernur Kalimantan Tengah H Edy Pratowo, Jumat (22/08/2025).
Pernyataan Edy disampaikan saat menghadiri rakor bersama Gubernur H Agustiar Sabran terkait Percepatan Operasionalisasi Koperasi Merah Putih, Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Penanganan Sampah, Karhutla, dan Hutan Adat Tahun 2025 di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng.
Ia mengungkapkan, sebagaimana diketahui, struktur anggaran tahun 2025 mengalami efisiensi. Oleh karena itu, pemerintah provinsi dituntut memperkuat fiskal daerah dengan memaksimalkan PAD.
"Kalimantan Tengah memiliki potensi besar di sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, maupun pajak daerah. Namun, realisasi penerimaan kita masih jauh dari potensi yang ada,” ujarnya.
Gubernur, lanjut Edy telah menegaskan mulai 2026 program pembangunan akan diarahkan pada penguatan PAD, dengan alokasi Rp 100 miliar-Rp 150 miliar per kabupaten/kota, serta bantuan desa Rp 250 juta-Rp 500 juta.
Untuk mendukung program tersebut, Wagub menekankan pentingnya ada sinergi antarprovinsi, kabupaten/kota, dan desa agar Kalimantan Tengah benar-benar mandiri dan tidak bergantung penuh pada pemerintah pusat.
"Kegiatan hari ini dipersiapkan untuk menyamakan persepsi dan pandangan bersama terkait upaya optimalisasi PAD di Kalimantan Tengah," pungkasnya.
Senada dengan Wagub, Plt Sekda Kalteng Leonard S Ampung dalam laporannya menjelaskan, Rancangan APBN 2026 menunjukkan semakin kuatnya sentralisasi fiskal.
Hal tersebut ditandai dengan belanja pemerintah pusat yang naik 16,1 persen namun Dana Transfer ke Daerah justru turun 29,3 persen. Kondisi ini mempersempit ruang fiskal daerah.
Menurutnya menaikkan pajak dan retribusi secara agresif bukan solusi, justru kontraproduktif. Solusinya,kata dia, optimalisasi PAD melalui intensifikasi pajak dan retribusi daerah menjadi langkah penting.
"Pemerintah kabupaten/kota tidak bisa berpangku tangan, melainkan harus aktif menggali potensi pajak, terutama kendaraan bermotor, serta mendorong BUMD agar memberi kontribusi lebih besar,” pinta Sekda.
Rapat koordinasi ini dihadiri unsur Forkopimda, para Asisten dan Staf Ahli Gubernur, Bupati/Wali Kota se-Kalimantan Tengah, serta Kepala OPD terkait.