Sabtu 16 Aug 2025 09:52 WIB

Diplomasi Budaya, Patung Sir Michael Somare Jadi Ikon Hubungan Indonesia dan Papua Nugini

Budaya dan seni menjadi kekuatan utama dalam menghubungkan kedua negara.

Acara peresmian patung Sir Michael Thomas Somare di Papua Nugini, Kamis (7/8/2025).
Foto: Istimewa
Acara peresmian patung Sir Michael Thomas Somare di Papua Nugini, Kamis (7/8/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, PORT MORESBY — Indonesia memperkuat diplomasi budaya di kawasan Pasifik melalui peresmian patung Sir Michael Thomas Somare yang merupakan bapak bangsa Papua Nugini (PNG). Upacara peresmian berlangsung di Gedung Parlemen Nasional PNG pada 7 Agustus 2025, sekaligus bertepatan dengan 50 tahun berdirinya parlemen negara tersebut.

Patung berukuran 3,2 meter itu merupakan karya seniman Indonesia, I Gede Sarantika, hasil kolaborasi Parlemen Papua Nugini dengan Museum Rudana, Bali. Inisiasi pembuatan patung dimulai pada 2023 oleh Wakil Ketua Parlemen Papua Nugini Johnson Wapunai bersama Presiden The Rudana Fine Art Institution, Putu Supadma Rudana.

Menurut Putu Supadma Rudana, patung tersebut tidak hanya menjadi karya seni, tetapi juga simbol hubungan jangka panjang Indonesia–Papua Nugini berbasis budaya dan persaudaraan. Ia menyebut penghormatan terhadap tokoh bangsa PNG itu sebagai bentuk diplomasi budaya yang lebih membumi dan meninggalkan kesan kolektif dibanding diplomasi formal.

“Ini merupakan bentuk penghormatan antar- kedua bangsa dan masyarakatnya. Saat kita memuliakan bapak bangsa mereka, mereka pun melakukan hal yang sama dengan menghormati kedaulatan kita. Ini merupakan diplomasi yang terelevasi tinggi berbasis kebudayaan dan persaudaraan,” ujar Putu Supadma Rudana melalui keterangannya, Sabtu (16/8/2025).

Upacara peresmian dihadiri Gubernur Jenderal Sir Bob Dadae, Perdana Menteri James Marape, Ketua Mahkamah Agung, jajaran menteri, korps diplomatik, serta keluarga besar Somare. Putu Supadma Rudana hadir sebagai satu-satunya warga negara asing yang diberi kesempatan menyampaikan pidato resmi di forum tersebut.

Putu Rudana menyatakan bahasa budaya dan seni menjadi kekuatan utama dalam menghubungkan kedua negara, terutama karena Indonesia dan Papua Nugini memiliki akar rumpun Melanesia. Patung tersebut disebutnya sebagai mercusuar hubungan strategis Indonesia di kawasan Pasifik, terutama menjelang 50 tahun hubungan diplomatik kedua negara pada 2026.

Anggota DPR RI 2014–2024 itu juga menegaskan bahwa visi Presiden Prabowo menjadikan budaya sebagai pilar diplomasi menjadi relevan dalam konteks ini, di mana diplomasi tidak selalu dilakukan di meja perundingan, tetapi dapat melalui ruang-ruang seni dan kemanusiaan.

“Presiden Prabowo memiliki visi besar yaitu budaya sebagai soko guru bangsa. Dimana Indonesia mengirim pesan kuat kepada dunia, diplomasi terbaik tidak selalu dibangun di meja perundingan, tetapi juga di ruang hati dan ingatan kolektif sebuah bangsa melalui budaya, spiritualitas, kebijaksanaan dan kearifan lokal,” kata Putu Rudana.

Patung Sir Michael Somare diperkirakan tahan lintas generasi dan akan berubah menjadi warna kehijauan secara alami seperti Patung Liberty. Patung itu juga memuat tiga nama tokoh Indonesia sebagai bentuk pengakuan atas kontribusi mereka, yaitu Nyoman Rudana, Putu Supadma Rudana, dan I Gede Sarantika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement