REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) tak memiliki atase kejaksaan di Malaysia. Hal tersebut yang menjadi salah satu kendala mereka memulangkan tersangka korupsi minyak mentah M Riza Chalid (MRC) dari negeri Jiran.
Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna menyatakan, penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pun berharap peran Interpol untuk bisa menangkap Si Raja Minyak itu di Malaysia. Kemudian, menyerahkannya ke otoritas penegak hukum Indonesia agar bisa diadili.
"Kalau itu (kewenangan menangkap Riza Chalid) ada di Interpol. Kejaksaan hanya bisa melakukan yang namanya diplomasi hukum. Kita pastikan dulu (keberadaan Riza Chalid) di mana, lalu apakah ada atase kita di sana. Kalau di negara tersebut ada atase (kejaksaan) kita, kita coba (melakukan diplomasi hukum)," ujar Anang di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (14/8/2025) malam WIB.
Dari catatan perlintasan di Kementerian Imigrasi, Riza Chalid sejak Februari 2025 berada di Malaysia. Hingga kini, buronan tersebut belum tercatat kembali masuk ke wilayah Indonesia.
Pekan lalu, Kementerian Imigrasi juga sudah mencabut keberlakukan paspor Riza Chalid. Karena itu, diduga kuat Riza Chalid masih bersembunyi di Malaysia. Masalahnya, kata Anang, Kejagung tak punya kewenangan untuk melakukan penangkapan terhadap Riza Chalid di negeri terebut.
"Tidak ada (atase Kejagung di Malaysia)," ujar Anang. Sehingga, Kejagung saat ini hanya bisa mengandalkan peran Interpol dalam upaya menangkap Riza Chalid agar dipulangkan ke Indonesia.
Kejagung menetapkan Riza Chalid sebagai tersangka kasus korupsi minyak pada Kamis (10/7/2025). Status hukum tersebut terkait dengan penyidikan korupsi minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina subholding. Dalam kasus tersebut Jampidsus Kejagung menetapkan total 18 orang sebagai tersangka.