REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak seluruh nota pembelaan atau pleidoi eks wali kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Ita dan suaminya, Alwin Basri, selaku terdakwa kasus dugaan korupsi di lingkup Pemkot Semarang. Penolakan itu dipaparkan JPU dalam persidangan dengan agenda replik di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Senin (11/8/2025).
"Dengan memperhatikan pokok-pokok pembelaan para terdakwa dan pidana hukum para terdakwa, putusan umum menyatakan menolak seluruh pembelaan pledoi pribadi para terdakwa dan tim kuasa hukum para terdakwa," kata JPU saat membacakan repliknya.
Salah satu poin yang disorot JPU dalam pleidoi Ita dan Alwin adalah soal permintaan keduanya kepada majelis hakim. Dalam pleidoinya, Ita meminta majelis hakim menjatuhkan vonis seringan-ringannya. Sementara Alwin menolak seluruh dakwaan terhadapnya. JPU menilai, hal itu ironis.
Dalam pleidoinya, Ita menyebut bahwa kedudukan dan kewenangannya sebagai wali kota berbeda dengan Alwin yang merupakan anggota DPRD Provinsi Jateng. Hal itu karena dalam persidangan terungkap bahwa Alwin kerap dipandang sebagai representasi Ita.
Menurut JPU, poin pembelaan tersebut tak melihat fakta hukum. Sebab JPU mendakwa Ita dan Alwin secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. "Oleh karena terdakwa 2 (Alwin) didakwa sebagai pelaku turut serta bersama-sama dengan terdakwa 1 (Ita), maka, terdakwa 2 dianggap memiliki kualifikasi yang sama dengan terdakwa 1," kata JPU.
JPU kemudian memaparkan bukti bagaimana Alwin menjadi representasi Ita saat mengondisikan proyek di lingkup Pemkot Semarang. Dua proyek yang tercakup dalam dakwaan adalah proyek penunjukan langsung (PL) di 16 kecamatan di Kota Semarang Tahun Anggaran 2023 dan proyek pengadaan meja dan kursi fabrikasi sekolah dasar (SD) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Kota Semarang Tahun Anggaran 2023 senilai Rp 20 miliar.
"Bahwa di persidangan berdasarkan alat bukti terungkap bahwa terdakwa 2, Alwin Basri, sebagai representasi dari terdakwa 1, Hevearita Gunariati Rahayu, mengatur dan mengupayakan agar Martono (Ketua Gapensi Semarang) mendapatkan pekerjaan di lingkungan Pemerintah Kota Semarang," kata JPU.
JPU kemudian merespons poin pleidoi Ita yang mengeklaim bahwa dia tak meminta uang setoran dari iuran kebersamaan ASN Bapenda Kota Semarang. JPU mengatakan, dalam persidangan terungkap bahwa uang setoran itu diminta Ita kepada Kepala Bapenda Kota Semarang Indriyasari.
"Terdakwa 1 meminta nominal uang iuran kebersamaan sebesar Rp 300 juta dengan menuliskannya pada secarik kertas HVS," kata JPU.
JPU menolak pembelaan Ita yang menyampaikan bahwa uang setoran dari iuran kebersamaan ASN Bapenda Kota Semarang diinisiasi oleh Indriyasari. JPU menyebut, pembelaan Ita mengada-ada.
"Karena berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan tidak pernah ada saksi maupun fakta hukum yang mengungkapkan adanya perencanaan pemberian iuran kebersamaan terdakwa 1 sejak awal Desember 2022," kata JPU.
JPU menambahkan, keputusan Ita mengembalikan uang yang sudah diterimanya kepada Indriyasari dilakukan karena dia mengetahui adanya penyidikan KPK. "Adanya penyidikan oleh KPK membuat terdakwa 1 takut dan panik, sehingga mengembalikan sebagian uang yang dikembalikan kepada Indriyasari," ujarnya.
JPU juga tetap berpegang pada dakwaan bahwa Ita menerima setoran sebesar Rp 1,8 miliar dari iuran kebersamaan ASN Bapenda Kota Semarang. Dalam pembelaannya, Ita mengaku hanya menerima Rp 1,2 miliar.
Tuntutan