REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) turun tangan mengawal kasus perdagangan bayi lintas negara yang diungkap Polda Jawa Barat. Praktik keji ini dikecam keras oleh Menteri PPPA Arifah Fauzi, yang menegaskan pentingnya perlindungan hukum maksimal bagi para korban.
“Perdagangan atau penjualan bayi adalah adalah bentuk tindak pidana yang diatur dalam UU Perlindungan Anak. KemenPPPA akan mengawal kasus lintas negara ini mulai dari pendampingan para korban dan perlindungan hukum serta penelusuran keluarga bayi-bayi tersebut bersama kementerian/lembaga terkait dan Pemda Jawa Barat melalui UPTD PPA,” kata Arifah, Sabtu (19/7/2025).
KemenPPPA telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Barat untuk memastikan pendampingan terhadap para korban. Enam bayi yang berhasil diselamatkan kini ditempatkan di rumah aman dan tengah dirawat di salah satu panti di Kota Bandung.
“Bayi-bayi itu sebelumnya telah menjalani pemeriksaan kesehatan di RS Sartika Asih Bandung,” tambah Arifah.
Selain memantau kondisi korban, KemenPPPA mendorong aparat penegak hukum menggunakan pasal maksimal dalam dua undang-undang terkait. Yakni, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), serta Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 76F dan Pasal 82 ayat (1). Pelaku perdagangan anak dapat diancam pidana penjara minimal lima tahun dan denda hingga Rp5 juta.
Sejak 2023, KemenPPPA memperkuat sistem pencegahan perdagangan anak dengan mengembangkan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang menjangkau keluarga dan komunitas. Sistem ini diharapkan mampu mempercepat deteksi dini serta mencegah praktik jual-beli anak yang sering melibatkan sindikat internasional.
KemenPPPA juga menggandeng lembaga penegak hukum internasional seperti Interpol untuk menelusuri kemungkinan korban lain yang telah diselundupkan ke luar negeri dan membuka jaringan perdagangan bayi yang lebih luas. Dugaan praktik perdagangan organ tubuh juga menjadi salah satu titik penyelidikan.
“Perdagangan anak bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi kejahatan terhadap kemanusiaan. Kita semua bertanggung jawab menjaga anak-anak Indonesia dari kejahatan seperti ini,” tegas Arifah.