REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) mengungkapkan bahwa kasus sindikat jual-beli bayi ke Singapura berawal dari transaksi melalui media sosial Facebook yang dilakukan antara orangtua kandung dan pelaku berinisial AF yang menyamar sebagai calon pengadopsi anak. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar Komisaris Besar Polisi Hendra Rochmawan di Bandung, Rabu (16/7/2025), mengatakan dalam kasus ini, orangtua bayi yang sedang mengandung menjalin komunikasi dengan pelaku.
"Karena korban ini merasa bahwa bayinya nanti akan dijadikan anak dari pengadopsi dan pelaku yang melakukan aksinya itu menyatakan bahwa dia ini sudah mempunyai suami, tetapi belum punya anak," katanya.
Hendra menuturkan komunikasi pelaku dengan ibu bayi terus berlanjut hingga mendekati waktu persalinan. Kesepakatan pun dibuat setelah bayi lahir, orangtua bayi akan menerima uang sebesar Rp10 juta dari pelaku.
Namun, pelaku hanya mentransfer uang Rp600 ribu untuk membayar ongkos bidan, kemudian langsung membawa bayi tersebut tanpa menepati janji.
Hendra mengatakan pihak orangtua bayi yang merasa ditipu akhirnya melapor ke polisi. Dari laporan itu, terungkap bahwa pelaku berinisial AF merupakan bagian dari sindikat perdagangan bayi yang telah beroperasi sejak tahun 2023.
"Pelaku AF ini berasal dari Bandung dan dari pengakuannya sudah melakukan transaksi terhadap sedikitnya 25 bayi," ujar Hendra.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Komisaris Besar Polisi Surawan mengungkapkan mayoritas bayi yang dijual berusia dua hingga tiga bulan. Bayi-bayi itu sebelumnya dirawat selama sekitar tiga bulan di Bandung sebelum dikirimkan ke Pontianak, Kalimantan Barat.
Terkait jalur pengiriman bayi ke Singapura, polisi menemukan bahwa Pontianak, Kalimantan Barat, digunakan sebagai titik transit. Di Pontianak, sindikat membuat dokumen kependudukan dan keimigrasian untuk para bayi.
"Di Pontianak itu tempat pembuatan dokumen. Bayi-bayi ini dimasukkan ke kartu keluarga orang lain, lalu dibuatkan paspor untuk proses pengiriman ke luar negeri. Mayoritas tersangka juga berdomisili di Pontianak," ujar Surawan.