REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Anggota Polrestabes Semarang terdakwa kasus penembakan tiga siswa SMKN 4 Semarang, Aipda Robig Zaenudin, menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi di persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Selasa (15/7/2025). Dalam pembelaannya, Aipda Robig menyebut Gamma Rizkynata Oktafandy tewas bukan hanya karena tertembak, tapi telat mendapatkan penanganan medis.
Membacakan pleidoi kliennya, kuasa hukum Aipda Robig, Bayu Arief, mengatakan, setelah melakukan penembakan terhadap Gamma di depan minimarket Alfamart di Jalan Candi Penataran Raya, Kalipancur, Ngaliyan, Kota Semarang, pada Ahad, 24 November 2024, sekitar pukul 00:19 WIB, Aipda Robig sempat melakukan pencarian terhadap korban. Gamma dan dua temannya mengendarai Honda Vario berwarna merah. Gamma duduk di bagian tengah.
Aipda Robig akhirnya menemukan sepeda motor yang ditumpangi Gamma di sekitar Sam Po Kong. Kala itu Aipda Robig sempat menyampaikan bahwa dia adalah orang yang melakukan penembakan di Jalan Candi Penataran. Sementara Gamma sudah dalam kondisi terkulai akibat peluru yang menembus panggul kanannya.
Aipda Robig kemudian meminta kedua teman Gamma untuk mengikutinya dan menuju Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi. Sesampainya di RS, Gamma langsung dibawa ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Aipda Robig lantas menitipkan dua teman Gamma berinisial D dan G kepada kepala petugas keamanan. Sebelumnya Aipda Robig sudah memperkenalkan diri bahwa dia adalah polisi.
"Selanjutnya terdakwa melihat anak korban Gamma di IGD saat itu masih dilakukan tindakan, yaitu celana korban dilepas, dokter membersihkan luka bagian pinggang bawah kanan dan sudah terpasang selang di hidung korban," kata Bayu Arief saat membacakan pleidoi untuk Aipda Robig.
Dari RSUP Dr.Kariadi, Aipda Robig kemudian sempat kembali ke Mapolrestabes Semarang untuk melaporkan aksi penembakan yang dilakukannya. Gamma meninggal pada pukul 01:56 WIB.
"Bahwa terbukti di persidangan jika anak korban Gamma tidak segera mendapatkan perawatan medis dikarenakan oleh teman-temannya tidak segera dibawa ke rumah sakit, sehingga diduga sudah kehilangan banyak darah," kata Bayu.
Dia mengutip keterangan ahli pidana doktor Mahrus Ali yang menyatakan bahwa jika luka tembak bukan di organ vital seperti kepala, dada, dan perut, tapi tetap mengakibatkan korban tewas, persentasenya adalah 30 persen.
"Lalu lambatnya korban dibawa ke rumah sakit atau dokter sehingga kehilangan banyak darah, persentase penyebab kematian 50 persen. Dan penanganan dokter atau medis yang lambat persentasenya 20 persen," ucapnya.
View this post on Instagram