Selasa 05 Aug 2025 19:01 WIB

MTI Soroti Insiden Anjloknya Kereta di Subang dan KRL di Jakarta

Kereta anjlok umumnya disebabkan tiga faktor, yakni prasarana, sarana, dan manusia.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Erik Purnama Putra
Sejumlah petugas mengevakuasi rangkaian KRL Commuter Line nomor 1189 relasi Bogor-Jakarta Kota yang anjlok di emplasemen Stasiun Kota, Jakarta Barat, Selasa (5/8/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Sejumlah petugas mengevakuasi rangkaian KRL Commuter Line nomor 1189 relasi Bogor-Jakarta Kota yang anjlok di emplasemen Stasiun Kota, Jakarta Barat, Selasa (5/8/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Insiden anjloknya Kereta Agro Bromo Anggrek di Pegadenbaru, Kabupaten Subang, Jawa Barat pada pekan lalu, dan KRL Jabodetabek di Stasiun Jakarta Kota, Jakarta Barat pada Selasa (5/8/2025), mendapat sorotan dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI). Ketua Bidang Perkeretaapian MTI, Aditya Dwi Laksana, menyebut, insiden itu harus menjadi peringatan bagi seluruh pemangku kepentingan perkeretaapian nasional.

"Kalau kita bicara tentang anjloknya sarana perkeretaapian, ini umumnya disebabkan tiga faktor, yakni faktor prasarana, sarana, dan manusia," ujar Aditya saat dihubungi Republika di Jakarta, Selasa (5/8/2025).

Baca Juga

Aditya menjelaskan, faktor prasarana dapat meliputi berbagai hal teknis yang memengaruhi jalur, seperti kondisi rel, peralatan wesel, hingga gangguan dari benda asing di lintasan. Prasarana yang tidak dalam kondisi prima, sambung dia, juga dapat memicu gangguan yang berujung pada kecelakaan. 

"Faktor prasarana dapat berupa malfungsi jalur rel, peralatan wesel, atau benda asing yang berada di sekitar jalur," ucap Aditya.

Selain itu, Aditya juga menyebut, faktor sarana sebagai salah satu penyebab yang harus diawasi, terutama bagian rangka bawah dan roda kereta yang memerlukan perawatan rutin. Sementara itu, faktor manusia turut memainkan peran, terutama berkaitan dengan kedisiplinan dan kepatuhan terhadap batas kecepatan di jalur tertentu. 

"Faktor manusia dapat juga berpengaruh pada misalnya kecepatan kereta yang melebihi batas kecepatan di titik-titik rawan seperti di titik rawan longsor ataupun di titik wesel perpindahan jalur," ujar Aditya. 

Menurut Aditya, dalam dua insiden anjloknya rangkaian kereta dari rel faktor alam dapat dikesampingkan sebagai penyebab utama. Dia menyebut, lokasi kejadian berada di emplasemen stasiun dengan kondisi cuaca yang baik, sehingga kecil kemungkinan ada gangguan lingkungan. 

"Dalam peristiwa dua insiden anjlok kereta yang terjadi di Pegadenbaru dan Jakarta Kota, faktor alam bisa tidak diperhitungkan karena kejadiannya ada di area emplasemen stasiun dan dalam kondisi cuaca baik," kata Aditya. 

Untuk faktor sarana, sambung Aditya, kecil kemungkinan menjadi penyebab anjloknya Kereta Argo Bromo Anggrek, mengingat usia rangkaian tersebut yang masih baru. Namun, ia menyatakan masih ada kemungkinan faktor sarana berperan dalam insiden KRL Jabodetabek. 

"Untuk KA Argo Bromo Anggrek kecil kemungkinan dari sarana karena masih baru, tapi untuk KRL Jabodetabek masih mungkin," kata Aditya menekankan.

Dia pun menegaskan, pentingnya peningkatan pengawasan dan perawatan prasarana, terutama pada musim kemarau dan musim hujan yang masing-masing membawa risiko tersendiri. Deteksi rel melengkung karena pemuaian dan antisipasi terhadap titik-titik rawan bencana menjadi hal yang mendesak.

"Sistem penjaminan kelaikan kereta api harus diperkuat, khususnya pada bagian rangka bawah dan roda. Kelaikan sarana ini penting untuk menjamin keselamatan operasional setiap perjalanan," ungkap Aditya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement