Kamis 10 Jul 2025 17:48 WIB

Viral Wacana Naik Haji Jalur Laut, Ini Sejarah Pelayaran ke Tanah Suci

Hingga awal tahun 1970-an, orang Indonesia naik haji via jalur laut masih dapat dijum

Barak karantina haji di Pulau Onrust. Ilustrasi orang-orang nusantara menempuh jalur laut untuk bisa berhaji
Foto: Kementerian Agama
Barak karantina haji di Pulau Onrust. Ilustrasi orang-orang nusantara menempuh jalur laut untuk bisa berhaji

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konon, perjalanan haji dari Indonesia sudah ada sejak abad ke-16 M. Umumnya, jamaah berasal dari kelompok sosial kelas atas, seperti utusan sultan, pedagang, ataupun para musafir dan penuntut ilmu.

Karena belum ada pesawat terbang, jalur yang ditempuh adalah laut. Namun, hal itu tak berarti naik haji via lautan adalah semacam "fenomena antik."

Baca Juga

Sebab, hingga awal tahun 1970-an, sebagian orang-orang Indonesia yang berangkat haji masih menggunakan kapal laut, bukan dengan pesawat terbang. Waktu pelayaran yang ditempuh dari kepulauan nusantara hingga ke Tanah Suci sekitar tiga bulan lamanya.

Sekarang, dengan menggunakan pesawat terbang, perjalanan dari Indonesia ke Jeddah memakan waktu hanya sekitar sembilan jam. Selisih di antara kedua durasi itu tentu amat mencolok.

Cendekiawan Muslim Indonesia, Azyumardi Azra (1955-2022), dalam bukunya, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad 17 dan 18, mengungkapkan. Sejak dahulu, terdapat banyak umat Islam Indonesia yang menunaikan ibadah haji.

Hal ini berkaitan pula dengan jalur pelayaran yang sudah ada berabad-abad lamanya antara kepulauan nusantara dan Jazirah Arabia.

Umumnya, pada masa pra-kolonial Eropa pelayaran itu dilakukan melalui Selat Malaka, Samudera Pasai, dan Pidie. Wilayah ini sudah terkenal sejak dahulu kala sebagai pusat perdagangan internasional.

Menurut Azyumardi, pada permulaan abad ke-16, telah dijumpai pribumi nusantara di Makkah. Kemungkinan besar, mereka adalah pedagang yang datang ke Tanah Suci dengan kapal milik mereka sendiri.

Begitu besar antusiasme orang Indonesia demi bisa memenuhi panggilan berhaji. Itu tampak pada catatan-catatan pada zaman penjajahan Eropa.

Berdasarkan laporan resmi Pemerintah Hindia Belanda yang dikeluarkan pada 1941, pada 1878 (dengan kapal layar) jamaah haji Indonesia tercatat sekitar 5.331 orang. Setahun kemudian atau pada 1880, jumlah itu menjadi 9.542 jamaah. Artinya, naik hampir dua kali lipat.

Perbandingannya dengan jamaah dari negeri-negeri lain juga terbilang besar. Pada 1921, ada sebanyak 28.795 jamaah haji asal Hindia Belanda. Itu setara 47,3 persen dari total jamaah haji seluruh dunia pada tahun itu, yakni sebanyak 60.786 orang.

Bahkan, saat resesi ekonomi pada 1928 jamaah haji Nusantara justru meningkat menjadi 28.952 dari 52.412 orang jamaah seluruh dunia. Hingga 1930-an, jamaah haji Indonesia berjumlah di atas 39 ribu orang.

photo
Ruang pemeriksaan kesehatan untuk jamaah haji pada masa kolonial Belanda di Pulau Onrust. - ( Aditya Pradana Putra/Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement