Kamis 10 Jul 2025 10:01 WIB

Cara Imigrasi Batam Cegah Pekerja Migran Jadi Korban Perdagangan Orang

Imigrasi Batam perketat sembilan titik cegah PMI jadi korban TPPO

Perdagangan manusia/ilustrasi
Foto: UsAFE
Perdagangan manusia/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam menegaskan komitmennya dalam memperkuat pengawasan di sembilan titik, yang mayoritas ada di pelabuhan, guna mencegah pekerja migran Indonesia (PMI) menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), apalagi hingga pertengahan 2025 telah terjadi 22 kasus TPPO.

Perwakilan dari Imigrasi Batam Fadel Muhammad mengatakan bahwa Batam memiliki sedikitnya sembilan tempat pemeriksaan imigrasi, mayoritas melalui pelabuhan laut, yang rawan disalahgunakan oleh jaringan TPPO.

Baca Juga

"Batam ini lokasinya strategis, dekat dengan Malaysia dan Singapura, sehingga jadi tempat alternatif masyarakat untuk melintas. Tantangan kami adalah mengidentifikasi apakah mereka benar-benar pekerja migran resmi atau calon korban TPPO," ujar Fadel dalam keterangan di Batam, Rabu malam.

Ia menjelaskan bahwa proses pemeriksaan kerap menemui keraguan, karena di satu sisi setiap warga negara memiliki hak untuk bekerja di luar negeri.

“Tempat pemeriksaan imigrasi itu ada sembilan dan didominasi di pelabuhan, ini yang menjadi perhatian Imigrasi,” kata dia.

Fadel juga menambahkan bahwa upaya pencegahan melibatkan kolaborasi antara berbagai pihak. “Pencegahan ini tidak hanya dari kami, tapi juga bersama TNI, Polri, dan instansi terkait lainnya,” katanya.

Sementara itu, dari sisi data, Analis Pos Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P4MI) Kota Batam Qistina mengatakan bahwa sesuai dengan data Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kepri bahwa hingga pertengahan tahun 2025 telah terjadi 22 kasus TPPO dengan 11 tersangka dan 49 pekerja migran menjadi korban.

“Mayoritas korban berasal dari daerah seperti Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera Utara, karena Batam memang menjadi titik transit utama,” ujar Qistina.

Sepanjang 2025, sebanyak 683 orang berhasil dicegah agar tidak diberangkatkan secara non-prosedural. Di tahun 2024, yang tercatat mencapai 1.024 orang.

Qistina menjelaskan bahwa keberhasilan pencegahan ini merupakan hasil sinergi antar instansi, termasuk identifikasi dini terhadap calon pekerja migran.

"Tantangannya adalah membedakan antara niat bekerja secara sah dan indikasi TPPO. Proses wawancara dan profiling sangat krusial,” katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement