Jumat 04 Jul 2025 14:18 WIB

Makam Tukang Gerabah Ungkap Misteri Genetika Mesir Kuno

Ilmuwan berhasil merekonstruksi DNA tertua dari era Mesir Kuno, milik seorang pengrajin gerabah yang hidup 4.500 tahun lalu. Potret genetik langka ini buka wawasan baru mengenai keberagaman leluhur masyarakat Mesir kuno.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Xinhua News Agency/picture alliance
Xinhua News Agency/picture alliance

Mesir kuno mengalami masa perubahan besar sekitar 4.500 hingga 4.800 tahun lalu, ketika periode Dinasti Awal bertransisi ke era Kerajaan Lama. Masa ini ditandai dengan kemajuan teknologi dan budaya, yang memungkinkan para ahli bangunan mendirikan Piramida Agung Giza, berkembangnya tulisan hieroglif, serta munculnya roda putar untuk gerabah.

Namun, jauh di selatan Kairo, di desa kecil Nuwayrat, hidup seorang pengrajin tanah liat yang tetap menjalani hidup berat, meskipun teknologi baru telah hadir. Ketika dia meninggal dunia, jasadnya dimakamkan dalam sebuah wadah keramik di sebuah makam yang dipahat di lereng bukit. Lokasi pemakamannya yang terjaga dengan baik, memungkinkan tim peneliti dari Inggris menganalisis DNA-nya secara utuh.

Penelitian mereka, yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature, mendeskripsikan genom Mesir Kuno pertama yang berhasil direkonstruksi secara lengkap, sekaligus sampel DNA tertua dari Mesir yang pernah ditemukan.

"Individu ini hidup dan meninggal di masa penting dalam sejarah Mesir Kuno,” ujar Linus Girdland Flink, arkeolog biomolekuler dari Universitas Aberdeen, Inggris, sekaligus salah satu penulis senior studi tersebut.

Flink dan timnya berhasil mengungkap kehidupan, dan asal-usul genetik sang tukang gerabah. Dia diketahui memiliki tinggi badan 1,6 meter, berambut dan bermata cokelat, serta diperkirakan meninggal pada usia 64 tahun.

"Kami menemukan bahwa sebagian garis keturunannya berasal dari wilayah Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent), menunjukkan adanya percampuran populasi Afrika Utara dan Timur Tengah saat itu,” tambah Flink.

Kawasan Bulan Sabit Subur adalah tempat lahirnya peradaban pertanian pertama di Timur Tengah dan Mediterania. Wilayah ini mencakup wilayah modern Suriah, tenggara Turki, dan Irak.

Meski hanya berasal dari satu individu, studi ini dinilai sebagai terobosan awal dalam peta DNA Mesir Kuno. "Artikel ini memberikan pandangan awal yang penting terhadap genetika Mesir awal, sebuah wilayah yang selama ini menjadi celah besar dalam peta DNA Mesir Kuno,” kata Iosif Lazaridis, ahli genetika dari Universitas Harvard, yang tidak terlibat dalam penelitian.

Hidup keras seorang pengrajin gerabah

Tim peneliti menganalisis kerangka jasad menggunakan berbagai teknik. Lewat penanggalan radiokarbon, diketahui bahwa dia hidup antara tahun 2.855 hingga 2.570 SM, periode yang beririsan antara Dinasti Awal dan Kerajaan Lama Mesir Kuno.

Analisis kimia terhadap giginya mengungkap, individu ini kemungkinan besar tumbuh besar di Mesir. Sementara itu, ciri-ciri pada kerangka tubuhnya menunjukkan aktivitas yang kuat di bagian lengan dan tulang duduk, serta adanya artritis parah hanya pada kaki kanan — semua ini menunjukkan kemungkinan dia adalah pengrajin gerabah yang menggunakan roda putar, teknologi yang mulai digunakan di Mesir kuno pada masa itu.

"Petunjuk ini memang bersifat tidak langsung, namun sangat konsisten dengan pekerjaan sebagai tukang gerabah,” ujar Joel Irish, arkeolog dari Liverpool John Moores University dan salah satu penulis studi.

Yang mengejutkan, pemakamannya tergolong mewah untuk ukuran profesinya saat itu. "Mungkin dia sangat terampil atau sukses, hingga bisa meningkatkan status sosialnya,” tambah Irish.

Sejarah genetik Mesir Kuno kini terbuka

Sebelumnya, ilmuwan pernah berhasil memetakan DNA mumi Mesir, namun semuanya berasal dari periode setelah 1.400 SM. Jasad sang tukang gerabah ini setidaknya 1.000 tahun lebih tua.

"Kami belum punya DNA Mesir kuno dari periode Kerajaan Lama. Ini adalah analisis genetik pertama dari masa itu,” kata Harald Ringbauer, ahli genetika populasi dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology di Leipzig, Jerman, yang juga tidak terlibat dalam studi.

Menurut Ringbauer, kendala besar dalam studi DNA kuno Mesir sebelumnya adalah karena sampel berasal dari mumi, yang proses pengawetannya merusak DNA. "Dalam kasus ini, pemakaman biasa memungkinkan DNA tetap terjaga dengan baik. Itu yang membuatnya istimewa,” ujarnya kepada DW.

Dari satu gigi, tim peneliti berhasil mengekstrak dan menyusun keseluruhan genom individu tersebut. Hasilnya menunjukkan, 80% garis keturunannya berasal dari populasi kuno Afrika Utara, dan 20% lainnya dari populasi yang pernah tinggal di wilayah Bulan Sabit Subur, khususnya Mesopotamia.

"Pertanyaan besar yang selama ini ada adalah: kapan orang-orang dari Levant yang membawa pertanian ke Mesir mulai masuk dan bercampur dengan penduduk lokal? Penulis studi menduga percampuran ini terjadi cukup terlambat, dan studi ini adalah langkah awal yang penting untuk menjawabnya,” ujar Ringbauer.

Sebelum ini, bukti bahwa populasi asing masuk ke Mesir dan bercampur dengan penduduk lokal hanya tampak dari temuan arkeologis. Namun kini, data genetik mulai bisa mendukungnya. Meski begitu, Ringbauer menyoroti masih kurangnya keberagaman dalam basis data DNA kuno Mesir untuk dibandingkan.

"Kita belum punya cukup DNA kuno dari wilayah lain untuk dijadikan pembanding, sehingga masih sulit memastikan berapa persen keturunannya benar-benar lokal,” jelasnya.

Para penulis studi berharap, penelitian ini menunjukkan bahwa bukti genetika bisa digunakan untuk melacak pergerakan manusia di Mesir selama Zaman Perunggu. Lazaridis menyebut studi ini sebagai kemajuan penting dalam riset DNA Mesir kuno. "Untuk pertama kalinya, sejarah genetika Mesir kuno bisa mulai ditulis,” katanya.

Ke depannya, tim peneliti berencana membangun gambaran yang lebih besar tentang migrasi dan asal-usul genetika di Mesir melalui kerja sama dengan para peneliti Mesir.

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris

Diadaptasi oleh: Rizki Nugraha

Editor: Agus Setiawan

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement