Ahad 03 Aug 2025 06:09 WIB

AI dan Jurnalisme di Amerika Latin: Temui Para Inovatornya

Kecerdasan Buatan (AI) tengah mengubah lanskap jurnalisme Amerika Latin. AI menjadi alat optimasi sekaligus tantangan etika dan profesional baru bagi media berita. Penasaran?

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Paul Christian Gordon/ZUMAPRESS.com/dpa/picture alliance
Paul Christian Gordon/ZUMAPRESS.com/dpa/picture alliance

Di banyak negara di Amerika Latin, ruang redaksi sering kekurangan dana. Di situ, kecerdasan buatan (AI) dianggap jadi peluang untuk meningkatkan efisiensi kerja. Mulai dari pelaporan otomatis hingga penyebaran berita lewat algoritme, jurnalis di media seperti La Silla Vacía (Kolombia), Chequeado (Argentina), Núcleo (Brasil), dan Verificado (Meksiko) sudah mencoba teknologi ini.

Namun, saat memakai AI, mereka menghadapi dilema penting: Bagaimana memastikan AI tidak memperkuat bias yang sudah ada? Bagaimana agar AI membantu, bukan menggantikan, pekerjaan jurnalis? Dan keterampilan baru apa yang harus dimiliki jurnalis supaya bisa bekerja dengan AI tanpa bergantung sepenuhnya?

Memakai AI juga berarti ruang redaksi harus berubah secara budaya. Banyak tim di Amerika Latin belajar cara kerja algoritme, dampaknya pada proses editorial, dan bagaimana memanfaatkan AI tanpa kehilangan integritas profesional. Regulasi dan transparansi juga jadi hal penting dalam penggunaan AI di media.

Artikel ini menyoroti para jurnalis, pengembang, dan ahli yang memimpin penggunaan AI dalam jurnalisme Amerika Latin. Mereka merancang strategi dan produk berita yang cocok dengan kondisi media di wilayah ini, sekaligus menghadapi tantangan global seperti otomatisasi konten, pengecekan fakta, dan peningkatan efisiensi kerja. Dengan pendekatan lokal, mereka membentuk masa depan jurnalisme di benua ini.

Tantangan data: Kualitas dan akses

AI hanya sebaik data yang dimilikinya. Di Amerika Latin, akses ke data yang andal masih sulit. Banyak data pemerintah belum terdigitalisasi atau tidak lengkap, sehingga susah dipakai untuk AI.

La Nación Data di Argentina, dipimpin Momi Peralta Ramos dan Florencia Coehlo, sudah bertahun-tahun mengolah data publik agar bisa dipakai jurnalis.

Pada pemilihan umum Argentina 2023, mereka menggunakan AI dan teknologi pengenalan gambar untuk memeriksa dokumen penghitungan suara secara akurat. Dengan bantuan relawan, mereka bisa memproses lebih dari 100.000 dokumen dengan cepat dan mendeteksi potensi kesalahan, memperkuat pengawasan pemilu.

Masalah lain adalah data pengguna yang dimiliki perusahaan teknologi besar, yang menciptakan risiko konsentrasi dan akses tidak merata.

Untuk itu, beberapa inisiatif jurnalisme investigasi muncul dari dalam ruang redaksi. Di Peru, Nelly Luna Amancio dari Ojo Público memimpin pengembangan Funes, alat AI untuk mendeteksi korupsi dalam kontrak pemerintah. Funes membantu memperkuat transparansi dan pengawasan di wilayah dengan akses informasi terbatas.

Inovasi dan peran pakar

Rigoberto Carvajal, insinyur sistem dari Kosta Rika, memainkan peran penting dalam mengembangkan teknologi untuk jurnalisme investigasi. Karyanya di International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) membantu jurnalis mengolah data besar untuk mengungkap jaringan korupsi dan penghindaran pajak.

Carvajal terlibat dalam investigasi Panama Papers, di mana teknik pembelajaran mesin digunakan untuk mengklasifikasi dokumen dan menemukan pola tersembunyi. Karyanya mendapat penghargaan Pulitzer tahun 2017.

Kini, ia memimpin pengembangan Nina di Centro Latinoamericano de Investigación Periodística (CLIP), aplikasi berbasis web yang memakai AI untuk memproses data besar dan tak terstruktur. Nina membantu jurnalis menelusuri dokumen dengan mudah menggunakan antarmuka percakapan yang disesuaikan dengan kebutuhan tiap investigasi.

Dengan keahliannya, Carvajal memperkuat transparansi dan akuntabilitas lewat teknologi, menunjukkan potensi besar AI dalam jurnalisme investigasi di Amerika Latin.

Pergeseran struktural di ruang redaksi

Penerapan kecerdasan buatan dalam organisasi media telah menciptakan kebutuhan untuk menghadirkan profil profesional baru ke dalam ruang redaksi, tetapi dampaknya jauh melampaui kepegawaian.

AI tidak hanya membentuk kembali tim ruang redaksi — tetapi juga mendorong inovasi naratif, pengembangan produk digital, dan penciptaan strategi baru untuk produksi dan distribusi konten. Integrasinya telah mengubah cara jurnalis berinteraksi dengan informasi, yang mengarah pada pergeseran dalam cara ruang redaksi terstruktur.

Dalam konteks baru ini, melatih jurnalis dalam penggunaan perangkat AI dan analisis data menjadi salah satu tantangan utama. Banyak ruang redaksi telah mulai mengintegrasikan pendidikan teknologi generatif dan pembelajaran mesin ke dalam program pengembangan internal mereka. Hal ini memungkinkan jurnalis tidak hanya memahami cara kerja algoritme yang menentukan visibilitas berita, tetapi juga menggunakan algortime yang sama untuk meningkatkan pelaporan mereka.

Di La Silla Vacía (Kolombia), Karen De la Hoz, pemimpin redaksi dan insinyur prompt, mempelopori penerapan kecerdasan buatan di bagian "Quién es Quién", sebuah direktori tokoh politik Kolombia.

Alat ini memungkinkan pembaruan otomatis lebih dari 1.300 profil politik, memecahkan tantangan utama bagi ruang redaksi, yang sebelumnya mengelola basis data ini secara manual. Untuk mencapai hal ini, tim bermitra dengan Orza dan Universidad de los Andes, melatih model bahasa berdasarkan pelaporan mereka sendiri.

Berkat implementasi ini, sistem AI dapat mengidentifikasi perubahan dalam informasi publik dan menghasilkan pembaruan waktu nyata, yang memungkinkan jurnalis untuk fokus pada verifikasi dan produksi konten bernilai lebih tinggi.

Di Infobae (Argentina), Daniel Hadad, pendiri dan presiden, dan Opy Morales, direktur editorial untuk inisiatif AI, memimpin pengembangan Scribnews — sebuah perangkat internal yang memungkinkan pembuatan artikel berita otomatis secara real-time.

Implementasinya telah menjadi kunci untuk meliput peristiwa-peristiwa penting seperti pemilihan umum nasional, pergerakan pasar keuangan, dan hasil pertandingan olahraga, di mana kecepatan penerbitan sangatlah penting. Namun, dampaknya melampaui otomatisasi, membuka kemungkinan baru dalam produksi konten jurnalistik.

AI telah menjadi asisten utama bagi para jurnalis, dan integrasinya membutuhkan perekrutan profil baru dengan keahlian dalam teknologi generatif, yang telah diintegrasikan ke dalam berbagai bidang di Infobae.

Selain meningkatkan produksi konten, kecerdasan buatan juga telah membuka peluang baru dalam mempersonalisasi pengalaman pengguna.

Di Clarín (Argentina), Julián Gallo, ahli strategi digital dan mantan editor inovasi di outlet tersebut, memimpin pengembangan UalterIA, sebuah asisten pembaca bertenaga AI yang memungkinkan pengguna mengakses berita dalam berbagai format, termasuk ringkasan, linimasa, dan pertanyaan umum.

Alat ini dirancang untuk meningkatkan pengalaman membaca dengan memungkinkan pengguna mengonsumsi informasi sesuai kebutuhan dan minat spesifik mereka.

Implementasinya tidak hanya mengubah cara pembaca berinteraksi dengan konten, tetapi juga memberi jurnalis pilihan baru dalam menyajikan informasi, memastikan informasi tersebut mudah dipahami baik oleh audiens manusia maupun model AI yang memprosesnya.

Algoritme dan mediasi informasi

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi organisasi media dalam lanskap baru ini, tak diragukan lagi, adalah peran algoritme dalam memediasi informasi.

Platform digital seperti Facebook, Google, dan TikTok telah membentuk cara berita dikonsumsi melalui sistem rekomendasi yang memprioritaskan konten tertentu di atas yang lain.

Apa yang kita baca, tonton, dan dengarkan di platform-platform ini bukanlah sepenuhnya hasil pilihan bebas, melainkan serangkaian kalkulasi tak kasat mata yang menentukan konten apa yang ditampilkan kepada kita berdasarkan interaksi kita sebelumnya.

Keberadaan algoritme di mana-mana — kemampuannya untuk beroperasi di mana-mana sekaligus — membuat dampaknya sebagian besar tak terasa. Kita tidak melihatnya, tetapi mereka selalu hadir, memengaruhi topik apa yang sedang tren, media mana yang menjangkau, dan bagaimana narasi realitas keseharian kita dibangun.

Di Meksiko, Daniela Mendoza Luna, direktur Verificado, telah menyaksikan langsung bagaimana algoritme dapat memperkuat misinformasi. Selama pandemi COVID-19, ia dan timnya menggunakan Google PinPoint untuk mentranskripsi dan menganalisis video dari YouTuber yang menyebarkan misinformasi vaksin. Melalui strategi ini, mereka dapat memetakan bagaimana kebohongan menyebar dan merancang respons digital yang lebih efektif untuk melawannya.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan kritis: Kita sering mencoba memahami apa arti algortime bagi manusia, tetapi apa arti manusia bagi algortime? Bagi sistem kecerdasan buatan, kita pada dasarnya adalah serangkaian klik dan pola perilaku.

Tujuan utama mereka — karena memang begitulah cara mereka diprogram — adalah agar kita tetap berada di platform mereka selama mungkin. Dan ini menjadi masalah karena mereka tidak memprioritaskan kebenaran, melainkan perhatian kita.

Proses ini memperkuat keyakinan yang sudah ada sebelumnya, memperkuat bias konfirmasi, dan memicu dinamika polarisasi. Akibatnya, kita terjebak dalam gelembung informasi yang membatasi perspektif kita dan semakin membentuk pandangan dunia kita secara ekstrem.

Di Argentina, tim Chequeado telah aktif berupaya memahami dan merespons tantangan ini. Di bawah kepemimpinan Pablo Fernández (2016–2023) dan kini dengan Franco Piccato sebagai direktur eksekutif, Dolores Pujol (direktur inovasi), Matías Di Santi (direktur media), dan Guadalupe López (kepala pendidikan) telah mengembangkan laboratorium kecerdasan buatan tempat mereka bereksperimen dengan teknologi generatif yang diterapkan dalam jurnalisme.

Mereka juga telah meluncurkan program edukasi yang berfokus pada penguatan literasi digital dan pendalaman pemahaman tentang bagaimana AI memengaruhi sirkulasi informasi.

Pengaruh algortime juga terlihat jelas dalam cara media merancang strategi distribusi mereka. Mengejar lalu lintas web sering kali mengarah pada prioritas konten yang lebih menarik atau viral dengan mengorbankan kedalaman dan kualitas jurnalistik.

Dalam konteks ini, kurangnya transparansi seputar cara kerja algoritme menempatkan jurnalis dan editor pada posisi ketergantungan pada perusahaan teknologi besar.

Untuk mengurangi ketergantungan ini, Chequeado telah menerapkan alat seperti Chequeabot sejak 2016 — sebuah sistem berbasis kecerdasan buatan yang menyederhanakan proses pengecekan fakta dengan memungkinkan deteksi informasi palsu yang lebih efisien.

Sementara itu, beberapa media telah mulai menjajaki model distribusi alternatif. Beberapa ruang redaksi telah mulai bereksperimen dengan buletin tersegmentasi dan menggunakan WhatsApp serta Telegram untuk menjaga komunikasi langsung dengan audiens mereka tanpa bergantung pada platform pihak ketiga.

Strategi ini tidak hanya bertujuan untuk mendiversifikasi saluran distribusi, tetapi juga untuk mendapatkan kembali kendali atas bagaimana informasi dibagikan dalam ekosistem yang didominasi oleh logika platform sosial dan algoritme.

Etika dan transparansi dalam penggunaan AI

Pengadopsian perangkat generatif dalam jurnalisme membawa serta kekhawatiran yang valid seputar transparansi, bias, dan tanggung jawab editorial.

Mengintegrasikan AI ke dalam ruang redaksi bukannya tanpa dilema etika dan menimbulkan pertanyaan baru bagi jurnalis yang menggunakan perangkat ini setiap hari: Siapa yang bertanggung jawab ketika sebuah algoritme membuat kesalahan? Bagaimana kita dapat mencegah kecerdasan buatan memperkuat prasangka, alih-alih memperbaikinya? Sejauh mana AI dapat mengotomatiskan tugas tanpa mengorbankan esensi jurnalisme?

Seiring teknologi ini menjadi bagian dari alur kerja ruang redaksi, kuncinya bukan hanya mengadopsinya, tetapi juga memastikan penggunaannya selaras dengan prinsip-prinsip inti profesi.

Di Kolombia, Claudia Báez, salah satu pendiri dan direktur umum Cuestión Pública, telah menjawab tantangan ini dengan sebuah pertanyaan utama: Bagaimana AI dapat memperkuat jurnalisme investigasi dengan meningkatkan ketelitian dan transparansinya?

Jawabannya adalah Proyecto Odín, sebuah alat yang dirancang untuk mengontekstualisasikan informasi politik dan pemerintahan secara real-time. Timnya menggunakan teknik yang dikenal sebagai Retrieval Augmented Generation (RAG), yang memungkinkan AI untuk mengambil informasi dari basis data jurnalistik dan menghasilkan konten yang sangat kontekstual.

Dengan lebih dari 4.300 catatan dari investigasi sebelumnya, Odín tidak hanya mempercepat akses ke data yang kompleks tetapi juga melakukannya tanpa mengorbankan akurasi atau verifikasi manusia — keduanya merupakan aspek kunci dari jurnalisme data.

Meskipun otomatisasi telah memfasilitasi analisis informasi dan pembuatan laporan, hal itu juga meningkatkan risiko terkait ketidakjelasan dan penyalahgunaan data. Di sinilah etika dan transparansi menjadi penting. Di Brasil, Sérgio Spagnuolo, pendiri Núcleo, telah mempromosikan pengembangan perangkat sumber terbuka yang bertujuan meningkatkan keterlibatan audiens tanpa mengorbankan transparansi. Núcleo adalah media pertama di Brasil yang menerbitkan pedoman khusus tentang penggunaan AI di ruang redaksi, menetapkan standar yang jelas tentang kapan dan bagaimana menerapkan teknologi ini dalam produksi konten berita.

Di antara pengembangan terbaru mereka adalah Nuclito, sebuah chatbot yang memungkinkan pengguna berinteraksi dengan konten Núcleo dengan cara yang mudah diakses, dan Nuclito Resume, sebuah alat AI sumber terbuka yang merangkum laporan menjadi tiga poin kunci untuk mempercepat pembacaan.

Dengan menyediakan kode alat ini untuk publik, Spagnuolo dan timnya telah memperkuat prinsip dasar: AI dalam jurnalisme harus dapat diaudit dan diakses, mencegahnya menjadi kotak hitam tanpa pengawasan editorial. Komitmen mereka terhadap pengembangan sumber terbuka tidak hanya memungkinkan media lain untuk mengintegrasikan dan mengadaptasi teknologi ini, tetapi juga memastikan implementasinya selaras dengan nilai-nilai transparansi dan akuntabilitas.

Potensi kecerdasan buatan dalam jurnalisme melampaui sekadar pembuatan konten dan efisiensi operasional — ia juga memainkan peran kunci dalam menghubungkan media dengan audiensnya. Jika diimplementasikan tanpa perlindungan yang tepat, teknologi ini dapat memperkuat bias yang ada dan secara halus mendistorsi narasi informasi. Itulah sebabnya pengaturan penggunaan AI dalam jurnalisme masih dalam proses. Penyusunan pedoman etika dan standar penggunaan membutuhkan kolaborasi erat antara jurnalis dan para ahli untuk menyeimbangkan inovasi dengan tanggung jawab.

Dari masa kini, menatap masa depan

Jurnalisme di Amerika Latin berada di titik balik. Kecerdasan buatan telah menemukan tempatnya di ruang redaksi — bukan hanya sebagai alat untuk mengotomatiskan tugas, tetapi juga sebagai katalisator perubahan mendalam dalam cara berita diselidiki, diceritakan, dan dibagikan kepada khalayak. Namun, dampaknya tidak seragam atau tak terelakkan.

Di balik setiap kemajuan terdapat individu-individu perintis — para jurnalis yang memilih untuk tidak berdiri di pinggir perubahan teknologi, tetapi untuk memimpin dan membentuknya agar sesuai dengan kebutuhan dan tantangan spesifik kawasan ini.

Para profesional ini sedang memetakan arah. Dari perangkat yang memegang kendali hingga sistem yang mengoptimalkan distribusi berita, karya mereka menunjukkan bahwa kecerdasan buatan bukanlah akhir dari jurnalisme, melainkan sarana untuk memperkuatnya. Namun, satu pertanyaan penting tetap ada: Siapa yang akan mengendalikan transformasi ini?

Sementara platform global terus memengaruhi apa yang kita baca dan bagikan, media di seluruh Amerika Latin telah menunjukkan bahwa AI juga dapat dimanfaatkan untuk membangun kredibilitas, meningkatkan liputan berita, dan memperluas akses informasi.

Tantangan saat ini bukan hanya mengintegrasikan AI, tetapi melakukannya dengan visi yang jelas. Jika organisasi media ingin menghindari agenda mereka ditentukan oleh teknologi, mereka harus berinvestasi dalam pelatihan, mengembangkan standar transparansi, dan memastikan bahwa perangkat ini digunakan untuk meningkatkan jurnalisme — bukan melucuti nilai-nilai intinya.

Di Amerika Latin, masa depan jurnalisme tidak ditulis oleh algoritme, tetapi oleh para pionir yang berani bereksperimen tanpa melupakan misi untuk menginformasikan dengan ketelitian dan tanggung jawab.

Perubahan di ruang redaksi karena AI

Penerapan kecerdasan buatan (AI) di media tidak hanya mengubah siapa yang bekerja di ruang redaksi, tapi juga cara jurnalis bekerja, membuat produk digital baru, dan strategi distribusi berita. AI mengubah cara jurnalis berinteraksi dengan informasi, sehingga ruang redaksi perlu beradaptasi.

Pelatihan penggunaan AI dan data jadi hal penting agar jurnalis bisa memanfaatkan teknologi ini dengan baik. Banyak media di Amerika Latin sudah mulai mengajarkan teknologi AI dalam pelatihan internal mereka.

Contohnya, di Kolombia, La Silla Vacía menggunakan AI untuk memperbarui profil politik secara otomatis sehingga jurnalis bisa fokus pada verifikasi dan analisis yang lebih mendalam. Di Argentina, Infobae memakai AI untuk membuat berita otomatis dengan cepat, membantu liputan acara penting seperti pemilu dan pertandingan olahraga.

AI juga membantu personalisasi berita, seperti di Clarín, yang punya asisten AI untuk membantu pembaca mendapatkan berita sesuai minat mereka.

Algortime dan pengaruhnya

Algortime di platform seperti Facebook dan Google menentukan berita apa yang kita lihat berdasarkan kebiasaan kita, bukan pilihan bebas. Ini bisa memperkuat misinformasi dan mempersempit pandangan kita.

Di Meksiko, Verificado memanfaatkan teknologi untuk melacak penyebaran informasi palsu selama pandemi. Di Argentina, Chequeado membuat laboratorium AI untuk menguji teknologi baru dan meningkatkan literasi digital tentang AI.

Karena algortime sering memprioritaskan konten viral, beberapa media mulai menggunakan cara baru seperti buletin email dan aplikasi pesan untuk berkomunikasi langsung dengan pembaca tanpa bergantung pada platform besar.

Etika dan transparansi, masa depan jurnalistik

Penggunaan AI menimbulkan pertanyaan penting: siapa yang bertanggung jawab jika AI membuat kesalahan? Bagaimana mencegah AI memperkuat bias? Dan sejauh mana AI boleh mengotomatiskan pekerjaan jurnalis?

Di Kolombia, Cuestión Pública mengembangkan alat AI yang membantu jurnalis mengakses data politik dengan cepat dan akurat tanpa mengurangi verifikasi manusia. Di Brasil, Núcleo membuat perangkat sumber terbuka agar AI bisa digunakan secara transparan dan bertanggung jawab.

AI bukan hanya alat otomatisasi, tapi juga mendorong perubahan besar dalam jurnalisme. Para jurnalis pionir di Amerika Latin berperan penting memimpin perubahan ini sesuai kebutuhan lokal.

Masa depan jurnalisme bergantung pada bagaimana media memanfaatkan AI dengan etika, pelatihan, dan transparansi, agar teknologi ini memperkuat — bukan melemahkan — nilai-nilai jurnalistik.

Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

Editor: Hendra Pasuhuk

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement