Kamis 26 Jun 2025 18:03 WIB

Buntut Polemik RUU TNI Dibahas di Hotel, MK Putuskan Semua Rapat DPR Wajib Junjung Asas Keterbukaan

Semua rapat di DPR pada dasarnya bersifat terbuka.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) didampingi Wakil Ketua MK Saldi Isra (ketiga kiri), Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih (kedua kiri), M Guntur Hamzah (kiri), Arief Hidayat (ketiga kanan), Daniel Yusmic P Foekh (kedua kanan) dan Ridwan Mansyur (kanan) memimpin sidang uji materi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (23/6/2025). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan dari pihak DPR dan Presiden.
Foto: ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) didampingi Wakil Ketua MK Saldi Isra (ketiga kiri), Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih (kedua kiri), M Guntur Hamzah (kiri), Arief Hidayat (ketiga kanan), Daniel Yusmic P Foekh (kedua kanan) dan Ridwan Mansyur (kanan) memimpin sidang uji materi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (23/6/2025). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan dari pihak DPR dan Presiden.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) memutus permohonan Perkara Nomor 42/PUU-XXIII/2025 mengenai pengujian norma Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tidak dapat diterima. Tetapi, MK mengabulkan permohonan lain dari Pemohon.

Para Pemohon memohon pengujian materi Pasal 171 ayat (1) huruf b dan Pasal 229 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) serta Pasal 347 ayat (1) dan Pasal 426 ayat (1) huruf C UU Pemilu terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.

Baca Juga

Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menjelaskan MK berpendapat Pasal 229 UU MD3 ditujukan untuk mengatur bagaimana sifat rapat di DPR, bukan mengatur perihal di mana rapat di DPR harus diselenggarakan. Sehingga, penambahan pemaknaan atas frasa “semua rapat di DPR” dalam Pasal 229 UU MD3 sebagaimana yang dimohonkan para Pemohon tidaklah tepat dilekatkan pada pasal yang secara spesifik mengatur mengenai bagaimana sifat rapat di DPR.

MK mengingatkan Pasal 229 UU MD3 telah dengan jelas menentukan “semua rapat di DPR pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.” Ketentuan tersebut mengandung makna di mana pun rapat DPR diselengarakan, maka sifat keterbukaan rapat itu menjadi prinsip yang utama dalam penyelenggaraan rapat di DPR. Sementara, sifat ketertutupan rapat adalah suatu pengecualian yang harus didasarkan pada alasan tertentu. Adapun alasan demikian disampaikan secara terbuka sebelum rapat yang bersifat tertutup dilakukan.

“Sedangkan, tentang tempat diselenggarakannya rapat DPR, Mahkamah berpendapat hal tersebut bukan merupakan isu konstitusionalitas norma. Dengan demikian, menurut Mahkamah dalil para Pemohon a quo adalah tidak beralasan menurut hukum,” kata Guntur dalam sidang pengucapan putusan pada Kamis (26/6/2026) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.

Diketahui, perkara ini dimohonkan advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Pemohon mempermasalahkan kontroversi pembahasan RUU TNI yang dibahas DPR di hotel mewah bukan di Gedung DPR yang telah juga telah dilengkapi berbagai fasilitas.

Zico mengatakan, dengan banyaknya fasilitas yang sudah diberikan kepada DPR dan dibangun menggunakan uang rakyat tersebut nyatanya tidak mampu membuat DPR untuk berfokus melaksanakan rapat di gedung DPR. Dalam beberapa kasus DPR lebih memilih melaksanakan rapat di hotel-hotel mewah dibandingkan dengan gedung DPR.

Menurut Pemohon, hal tersebut merupakan pemborosan anggaran. Padahal pemerintah dan lembaga negara lainnya sedang gencar melakukan efisiensi anggaran dalam rangka mengoptimalkan penggunaan keuangan negara.

"Penggunaan dana negara harus diprioritaskan guna kepentingan yang benar-benar mendesak dan bermanfaat bagi rakyat, bukan untuk hal yang sebenarnya dapat dihemat," ucap Zico.

Sehingga, Pemohon menguji norma Pasal 229 UU MD3 yang berbunyi “Semua rapat di DPR pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.” Pemohon ingin Mahkamah menafsirkan kembali norma tersebut dengan mengatur kewajiban pelaksanaan rapat di gedung DPR. Karena itu dalam petitumnya Pemohon memohon kepada Mahkamah agar Pasal 229 UU MD3 dimaknai menjadi “Semua rapat di DPR wajib dilakukan di Gedung DPR kecuali terdapat keadaan tertentu yang menyebabkan fasilitas di seluruh ruang rapat di gedung DPR tidak dapat digunakan atau berfungsi dengan baik.” 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement