REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Universitas Indonesia (UI) Eugenia Mardanugraha menyoroti lemahnya kepastian hukum di Indonesia sebagai penghambat pertumbuhan ekonomi dan masuknya investasi. Ketidakpastian hukum di Indonesia dinilai relatif lebih tinggi dibandingkan negara lain, seperti China dan Vietnam.
Eugenia menyatakaj, meskipun sistem politik di China menekan demokrasi, kepastian hukum bagi investor sangat kuat. Bahkan di Vietnam, sambung dia, pemerintah memberikan berbagai insentif seperti kemudahan memperoleh jaminan penggunaan lahan jangka panjang bagi investor asing. Sementara di Indonesia, untuk menyewa atau membeli lahan prosedurnya berbelit-belit.
"Belum lagi pungutan resmi maupun tidak resmi yang kerap dihadapi pengusaha. Mengurus legalitas usaha bisa bertahun-tahun, dan ini menciptakan ketidakpastian ekonomi. Investor sulit memprediksi keuntungan yang dapat diperolehnya," jelas Eugenia kepada wartawan di Jakarta, Rabu (25/6/2025).
Menurut dia, sejumlah sektor yang paling terdampak ketidakpastian hukum, seperti industri manufaktur dan perkebunan terutama sektor industri kelapa sawit. Eugenia menganggap, meskipun jasa perdagangan ekspor tidak terlalu terganggu seperti halnya produksi barang di sektor hilir, mereka juga menghadapi kendala ketidakpastian hukum yang tidak kalah berat.
Dia pun mengkritisi banyaknya pungutan, lambannya birokrasi, serta tumpang tindih peraturan antara pemerintah pusat dan daerah. Kondisi itu menciptakan iklim usaha yang tidak kondusif dan membuat calon investor berpikir ulang untuk menanamkan modal di Indonesia.
"Kalau kepastian hukum tidak jelas, kepastian ekonomi pun tidak ada. Investor pasti akan memilih tempat yang lebih pasti keuntungannya," ucap Eugenia. Dia melanjutkan, faktor lain yang memperlambat laju pertumbuhan ekonomi adalah, efisiensi APBN dan dinamika global kebijakan ekonomi Amerika Serikat dan konflik geopolitik.
"Kalau pengeluaran pemerintah turun karena efisiensi, sudah pasti pertumbuhan ekonomi turun. Sektor pariwisata, misalnya, sangat terkena dampaknya. Belum lagi konflik seperti di Timur Tengah bisa mengganggu logistik ekspor impor barang," kata komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tersebut.