REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI terus memantau perkembangan kebijakan imigrasi Amerika Serikat (AS), termasuk pelarangan terhadap Universitas Harvard menerima mahasiswa asing. Menurut Kemlu RI, kebijakan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian bagi nasib para mahasiswa internasional di Harvard, termasuk 87 mahasiswa asal Indonesia.
Juru Bicara Kemlu RI Roy Soemirat mengungkapkan, sambil menunggu proses gugatan hukum oleh Universitas Harvard, perwakilan RI di AS telah menjalin komunikasi intensif dengan para mahasiswa Indonesia yang tengah berkuliah di kampus tersebut dan mengimbau mereka untuk tetap tenang. "Perwakilan RI di AS siap memberikan bantuan kekonsuleran terhadap mahasiswa Indonesia yang terdampak," kata Roy dalam keterangannya, Selasa (27/5/2025).
Roy menambahkan, Pemerintah RI juga telah menyampaikan keprihatinan secara langsung kepada Pemerintah AS terkait kebijakan larangan penerimaan mahasiswa asing oleh Harvard. RI berharap terdapat solusi yang tidak merugikan nasib mahasiswa Indonesia di Universitas Harvard.
"Mahasiswa Indonesia di AS selama ini telah banyak memberikan kontribusi penting bagi kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan di AS," ujar Roy.
Presiden AS Donald Trump telah mencabut izin Universitas Harvard menerima mahasiswa asing. Pemerintahan Trump menuding Harvard mendorong kekerasan, antisemitisme, dan menjalin kerja sama dengan Partai Komunis China. Kebijakan tersebut diumumkan pada 22 Mei 2025.
Merespons hal itu, Harvard telah mengajukan gugatan terkait pelarangan penerimaan mahasiswa asing di kampusnya ke pengadilan federal. Harvard berargumen, pencabutan sertifikasi Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran (SEVIS) oleh Kementerian Keamanan Dalam Negeri AS tidak memiliki dasar hukum yang kuat serta merugikan komunitas akademik, termasuk perekonomian.
Harvard berhasil mendapatkan perintah sementara dari hakim federal AS, Allison Burroughs, pada 24 Mei 2025. Perintah tersebut menangguhkan pelaksanaan kebijakan pelarangan penerimaan mahasiswa asing selama dua pekan (hingga sekitar 7 Juni 2025). Hal itu memberikan waktu bagi Harvard untuk mempersiapkan pembelaan dalam persidangan lanjutan yang dijadwalkan pada 27 dan 29 Mei 2025.