REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Di tengah lalu lintas yang ramai dan terik matahari yang tak kenal kompromi, ribuan pengemudi ojek online (ojol) menyuarakan aspirasi mereka di kawasan patung kuda, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/1025). Tuntutan mereka sederhana namun bermakna besar, yakni potongan biaya layanan oleh aplikator dipangkas menjadi hanya 10 persen.
Keluhan tersebut dilontarkan Udin (47 tahun), seorang pengemudi ojol yang telah menjalani profesi ini sejak 2016. Ia adalah satu dari sekian banyak pengemudi yang bergabung dalam komunitas ojol Depok yang menuntut perubahan kepada Kementerian Perhubungan dan pihak aplikator.
"Kalau dari Rp 15 ribu, kami cuma dapat sekitar Rp 10.400. Sisanya ya habis buat potongan," katanya di sela-sela aksi, Selasa (20/5/2025).
Dengan motor sebagai tulang punggung mereka, para pengemudi ini berharap adanya kebijakan yang lebih berpihak. Mereka ingin kehidupan yang lebih seimbang, yakni cukup untuk makan, menyekolahkan anak, hingga berobat saat sakit. "Makmur sih enggak, tapi dulu itu cukup. Sekarang, potongan makin besar, iklan di aplikasi aja udah enggak ada. Tambah berat," katanya.
Udin hadir bersama puluhan anggota komunitasnya yang bernama Warung Subsidi (Warsub). Ia menceritakan di komunitas itu rutin berbagi cerita dan keluhan seputar medan kehidupan sebagai pengemudi ojol. Mereka bukan hanya menuntut, tetapi juga menunjukkan solidaritas dan kepedulian satu sama lain.
"Potongannya sekarang lebih dari 20 persen. Narik sekarang cuma bikin motor ancur. Dulu beda, lebih manusiawi. Bisa ganti ban, isi bensin, dan sisanya buat keluarga," katanya.
Sejak masa pandemi Covid-19, beban hidup pengemudi ojol semakin berat. Kenaikan harga kebutuhan pokok tak sebanding dengan pendapatan yang semakin tergerus potongan aplikator. Banyak dari mereka yang hanya bisa berharap, agar pemerintah dan aplikator mendengar suara kecil mereka dari jalanan. "Semoga bisa lebih sejahtera driver-nya," katanya.