REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri memuji kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk memperbaiki ekosistem industri logistik nasional melalui penerbitan regulasi baru. Regulasi itu dinilai berdampak positif bagi industri pos kurir dan logistik.
Apresiasi ini disampaikan menyusul diresmikannya Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial oleh Menteri Komdigi Meutya Hafid pada Jumat (16/5/2025) di Jakarta. Regulasi ini dirancang sebagai landasan pembaruan menyeluruh terhadap ekosistem pos dan kurir yang semakin vital dalam mendukung pertumbuhan ekonomi digital dan konektivitas nasional.
“Regulasi baru ini tidak hanya membuka lembaran baru bagi industri pos kurier dan logistik, tetapi juga sebagai langkah strategi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia,” ujar Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perhubungan, Carmelita Hartoto.
Dia menilai peraturan ini juga dilancang untuk mengisi celah hukum pada sektor pos komersial sebagaimana diamanatkan dalam peraturan pemerintah nomor 15 tahun 2013 dalam menghadapi era digital yang semakin berkembang pesat. Peran sektor pos, kurir dan logistik tidak lagi sekadar pengantaran surat atau paket.
"Data penunjukkan bahwa tahun 2023 nilai transaksi e-commerce Indonesia mencapai Rp 533 triliun dengan peningkatan unit usaha yang signifikan 27,4 persen secara year onyear,” ungkapnya.
Hal ini jelas mengindikasikan peluang besar, sekaligus tantangan untuk memperkuat efisiensi dan efektivitas layanan logistik agar mampu mendukung pertumbuhan tersebut. Sehingga regulasi yang baru disusun oleh Kementerian Komunikasi dan Digital mengenai kelayanan pos komersial ini merupakan jawaban atas kebutuhan terhadap standar pelayanan yang lebih terintegritas dan harmonis.
Kadin optimistis penerbitan regulasi baru yang berdampak positif bagi industri pos kurir dan logistik dapat menjawab tantangan distribusi layanan pos yang masih terpusat di Pulau Jawa. Termasuk tantangan rendahnya adaptasi teknologi digital hingga praktis persaingan tarif yang tidak sehat di antara para pelaku usaha.
“Regulasi ini dengan berbagai pilar, strateginya memberikan arahan konkret melalui upaya konsodilasi industri, peningkatan efisiensi operasional, standarisasi kualitas layanan dan perluasan jangkauan pengiriman sehingga layanan poskomersial bisa menyangkau seluruh nusantara," katanya.
Direktur Pos dan Penyiaran Ditjen Ekosistem Digital Komdigi, Gunawan Hutagalung, dalam sosialisasi peraturan tersebut menjelaskan tarif tidak diatur pemerintah berdasarkan Undang-Undang Pos, namun ditetapkan oleh penyelenggara berdasarkan formula tarif.
“Tapi ditetapkan oleh penyelenggara berdasarkan formula tarif. Nah, formula tarif yang di PM ini dijelaskan lagi. Oh kalau mau buat tarif, ini loh biaya-biayanya,” jelas Gunawan.
Peraturan Menteri Komdigi Nomor 8 Tahun 2025 memuat sejumlah ketentuan penting yang secara langsung memperbaiki ekosistem industri logistik nasional. Regulasi ini mengatur formula tarif layanan pos komersial yang ditetapkan berdasarkan biaya produksi atau biaya operasional ditambah margin pada platform layanan.
Biaya operasional yang diatur mencakup biaya tenaga kerja, transportasi, aplikasi, teknologi, biaya kerja sama penyedia sarana dan prasarana, serta biaya akibat kerja sama dengan pelaku usaha orang perseorangan.
Pemerintah juga dapat melakukan evaluasi tarif berdasarkan lima aspek, yaitu ulasan pasar, kajian biaya, penilaian dampak terhadap masyarakat, kinerja keuangan perusahaan, dan keberlangsungan layanan pos. Penetapan tarif batas oleh pemerintah bersifat sementara dengan masa berlaku maksimal 6 bulan, memberikan fleksibilitas sekaligus perlindungan bagi industry sehingga mencegah praktik predatory pricing yang merugikan industri.
Dalam aspek perluasan layanan, pemerintah menargetkan perluasan jangkauan layanan logistik secara kolaboratif dalam waktu 1,5 tahun ke depan. Melalui kerja sama antar pelaku industri, layanan logistik diharapkan dapat mencakup sedikitnya 50 persen provinsi di Indonesia, termasuk wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), memastikan pemerataan akses logistik di seluruh wilayah Indonesia.
Aturan ini juga menetapkan sistem monitoring yang transparan untuk memastikan iklim usaha yang adil dan seimbang. Dengan begitu pelaku lokal di daerah terpencil memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh bersama pelaku usaha besar, mewujudkan prinsip keadilan dalam industri logistik nasional.
Melalui regulasi industri pos, kurir, dan logistik yang dirilis Komdigi, diproyeksikan pertumbuhan bisnis kurir pada 2030 akan mencapai Rp 1.900 triliun dengan serapan tenaga kerja mencapai belasan juta pekerja. Kontribusi industri logistik terhadap perekonomian nasional semakin nyata, dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sektor transportasi dan pergudangan termasuk pos dan kurir tumbuh sebesar 9,01 persen secara tahunan pada triwulan I 2025.
“Sektor ini juga menyerap lebih dari enam juta tenaga kerja, menunjukkan peran strategisnya dalam mendukung ekonomi rakyat dan memperkuat ketahanan nasional,” ungkap Menteri Meutya Hafid.