REPUBLIKA.CO.ID, INTAN JAYA – Kelompok separatis Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM) mengiyakan sejumlah anggotanya tewas akibat serangan aparat Indonesia di Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua Tengah. Mereka juga melansir data nama-nama warga sipil yang juga terkena tembakan anggota TNI-Polri.
Menurut TPNPB, operasi dilakukan TNI-Polri pada Selasa (13/5/2025), sekitar pukul 04.00 subuh WIT di Kampung Titigi, Kampung Ndugusiga, Kampung Jaindapa, Kampung Sugapa Lama dan Kampung Zanamba. “Operasi dilakukan secara brutal dan aparat melakukan penembakan liar di pagi subuh saat warga sipil masih dalam keadaan tidur nyenyak,” bunyi pernyataan yang dikirimkan Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom kepada Republika, Jumat.
Ia menuturkan, sejumlah warga sipil terkena tembakan dalam operasi itu. TPNPB memerinci, Ibu Junite Zanambani terkena tembakan pada lengan tangan kanan dan anaknya laki-laki Minus Yegseni (7 tahun) ditembak bagian telinga. Sementara Nopen Wandagau ditembak bagian tangan dan satu orang lainnya juga ditembak. Korban penembakan tersebut telah dievakuasi ke sebuah rumah Klasis di Hitadipa.
Pihak TPNPB menyertakan sejumlah foto yang diklaim merupakan bukti-bukti soal penembakan warga sipil tersebut. Dalam salah satu foto, Junite Zanambani menunjukkan luka tembak di lengannya. Pada foto lainnya terlihat telinga anaknya Minus yang robek dan berdarah.

TPNPB juga mengeklaim terjadi penculikan oleh aparat. “Korban yang diculik saat pagi subuh oleh aparat militer pemerintah Indonesia di Distrik Hitadipa diantaranya; Bapak Elisa Wandagau (gembala), Ruben Wandagau (kepala desa Hitadipa) dan seorang nenek, Mono Tapamina semuanya ditembak mati oleh aparat militer pemerintah Indonesia setelah diculik dan jasad mereka telah dikremasi di Hitadipa.”
Ada juga warga sipil yang sempat ditangkap aparat di Kampung Janamba dan melarikan diri dari Pos Militer Indonesia di Bilapa pada Rabu (14/5/2025) sekitar pukul 23.58. Diantaranya; Peles Hondani dan istrinya, Misael Tabuni dan istrinya, serta Julianus Janambani dan Daniel Hondani. Enam warga sipil tersebut melarikan diri dari Pos Militer Indonesia di Bilapa setelah mendengar desas-desus adanya rencana eksekusi mati oleh komandan pos Bilapa.
Kebanyakan masyarakat sipil yang berada di Distrik Hitadipa dan Distrik Sugapa telah melarikan diri ke hutan sejak Selasa untuk mencari perlindungan diri dan terhindar dari operasi militer.
Pihak TPNPB-OPM menyatakan telah menerima laporan resmi dari Brigadir Jenderal Undius Kogoya, Panglima TPNPB Kodap VIII Intan Jaya pada Kamis (15/5/2025) soal kejadian itu. Ia menerangkan bahwa kontak senjata antara pasukan TPNPB dengan militer pemerintah Indonesia terjadi di Distrik Hitadipa pada Selasa sekitar pukul 05.00 WIT. “Serangan itu mengakibatkan seorang anggota TPNPB gugur di medan perang,” kata Sebby Sambom.
Setelah mendengar anggota TPNPB gugur, pasukan TPNPB langsung berupaya melakukan evakuasi korban. Tanpa mereka ketahui, jasad korban kemudian dipasang bom ranjau oleh aparat Indonesia, namun tidak diketahui oleh pasukan. “Dan saat evakuasi bom ranjau yang dipasang meledak dan mengakibatkan dua anggota TPNPB gugur dan dua anggota lainnya luka-luka akibat terkena serpihan bom di Intan Jaya.”
TPNPB melansir nama anggota mereka yang tewas adalah Gus Kogoya, Notopinus Lawiya dan Kanis Kogoya. Sementara yang luka ringan akibat terkena serpihan bom diantaranya Tinus Wonda dan Dnu-Dnu Mirip. Korban luka saat ini sedang berada di markas TPNPB untuk menjalani perawatan medis.
“Terkait dengan hal tersebut, Manajemen Markas Pusat KOMNAS TPNPB mengimbau kepada Presiden Prabowo Subianto dan Panglima TNI untuk segera hentikan menggunakan bom ranjau di mayat anggota TPNPB untuk membunuh anggota lainnya karena itu telah melanggar hukum humaniter internasional dalam medan perang. Dan juga hentikan penembakan liar terhadap warga sipil terutama perempuan dan anak-anak kecil tanpa adanya pertimbangan hukum dan mekanisme hukum humaniter.”
Manajemen TPNPB juga mengultimatum Bupati Intan Jaya, Aner Maiseni untuk segera berhenti membantu pertahanan militer Indonesia di Intan Jaya. “Terutama cabut semua pos-pos militer Indonesia di pemukiman warga sipil dari Sugapa sampai perbatasan Ilaga.”