Senin 05 May 2025 21:15 WIB

Sekolah untuk Lansia, DPR RI: Ini Bukan Cuma Belajar, Ini Gerakan Sosial

Sekolah Kampung juga menjadi ruang interaksi sosial dan berbagi pengalaman hidup.

Anggota  Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN,  Farah Puteri Nahlia, mengapresiasi Sekolah Kampung untuk para lansia. (foto ilustrasi)
Foto: istimewa/doc humas
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN, Farah Puteri Nahlia, mengapresiasi Sekolah Kampung untuk para lansia. (foto ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional, Komunitas Budaya Kampung Kaputren, Desa Putridalem, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka, membuka Sekolah Kampung untuk  lansia yang berusia di atas 60 tahun. Secara resmi Sekolah Kampung mulai beroperasi pada Jumat (2/5/2925).

Kelahiran lembaga pendidikan nonformal ini, disambut antusias oleh puluhan lansia. Mereka hadir dengan pakaian khas keseharian seperti daster, gamis, dan membawa rinjing, menciptakan suasana belajar yang hangat dan inklusif.

Anggota DPR RI Komisi I dari Daerah Pemilihan Majalengka, Farah Puteri Nahlia, memberikan apresiasi mendalam atas pendirian Sekolah Kampung ini. Ia menyebutnya sebagai model pemberdayaan komunitas yang penuh makna dan patut mendapat dukungan luas.

“Saya sangat mengapresiasi penuh gagasan Bapak Amin Halimi dan seluruh warga Kampung Kaputren yang telah menunjukan bahwa pendidikan bisa hadir dalam wujud yang sangat humanis dan membahagiakan. Ini bukan sekadar program literasi, tapi sebuah gerakan sosial yang memperkuat kemanusiaan dan nilai gotong royong,” kata Farah, dalam siaran pers, Senin (5/5/2025).

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Majalengka tahun 2023 mencatat, sekitar 28,8% penduduk lansia di Kabupaten Majalengka tidak tamat SD, dan 11,5% tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Secara keseluruhan, angka rata-rata lama sekolah penduduk Majalengka baru mencapai 7,16 tahun, di bawah rata-rata nasional sebesar 8,69 tahun. Angka ini mengindikasikan adanya tantangan besar dalam akses dan kualitas pendidikan, khususnya bagi kelompok usia dewasa dan lansia.

“Ini menjadi pengingat bahwa tanggung jawab pendidikan tidak selesai saat seseorang beranjak dewasa, tapi harus terus dibuka ruangnya hingga usia senja,” ungkap Farah.

Tidak hanya fokus pada literasi dasar, Sekolah Kampung juga menjadi ruang interaksi sosial dan berbagi pengalaman hidup. Para peserta belajar membaca, menulis, mengenal lingkungan, serta bahasa asing seperti Arab, Mandarin, dan Inggris—khususnya bagi para mantan pekerja migran yang kini kembali menetap di desa.

Lebih lanjut, Farah menyampaikan komitmennya untuk mendorong keberlanjutan program ini melalui kolaborasi lintas sektor. 

“Kami di DPR RI akan membuka ruang untuk dialog dan dukungan kebijakan. Saya mengajak seluruh elemen, termasuk Kemendikbudristek, Kementerian Sosial, dan pemerintah daerah, agar bisa mengadopsi semangat dan pendekatan Sekolah Kampung ini sebagai model replikasi yang dapat dikembangkan di daerah lain,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement