Rabu 23 Apr 2025 23:34 WIB

Gayus: Di Intenal MA Seharusnya Juga Ada Mutasi

Mutasi Hakim MA harus disetujui Presiden.

Guru Besar Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Prof Dr Gayus Lumbuun yang juga mantan Hakim Agung MA melihat perlunya mutasi hakim MA. (foto ilustrasi).
Foto: Dok. Unkris
Guru Besar Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Prof Dr Gayus Lumbuun yang juga mantan Hakim Agung MA melihat perlunya mutasi hakim MA. (foto ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan Hakim Agung, Gayus Lumbuun, mengatakan, mutasi besar-besaran yang dilakukan Mahkamah Agung (MA), harusnya dilakukan melalui eksaminasi dan pembentukan tim yang digagas oleh Presiden. Hal ini perlu dilakukan karena ada juga hakim di internal MA yang juga perlu dievaluasi.

Hal ini disampaikan Gayus menanggapi langkah Mahkamah Agung (MA) yang melakukan mutasi terhadap sebanyak 199 hakim dan 68 panitera. Dari jumlah itu ada sebanyak 60 hakim di pengadilan negeri (PN) di Jakarta dimutasi ke sejumlah daerah.

Gayus mengatakan, mutasi besar-besaran yang dilakukan MA merupakan gebrakan yang bagus dan berpotensi ada perbaikan dalam penegakan hukum. “Tetapi gebrakan ini semestinya tidak hanya internal MA tapi harus menggandeng pihak-pihak yang berkompetensi untuk memutuskan, memberi saran, dan mempertimbangkan, dan sebagainya, yaitu Presiden dan DPR,” kata Gayus, Selasa (23/4/2025).

Hal ini karena dalam mutasi ini juga harus disertai dengan evaluasi terbuka. Misalnya, apa sudah dipertimbangkan oleh publik tentang hal-hal yang dipandang cukup untuk memperbaiki kerusakan citra di peradilan.  

“Dengan pandangan publik yang sudah sangat buruk terhadap peradilan karena adanya kasus suap PN Surabaya, maupun perkara suap untuk melepaskan perusahaan yang harus membayar kerugian negara,” papar mantan anggota DPR ini.

Kasus-kasus ini, menurutnya, membuat masyarakat takut memajukan perkara ke pengadilan, karena praktik transaksional dalam penegakan hukum. Sehingga mutasi ini seharusnya menjadi mutasi yang dilakukan secara terbuka bagi masyarakat.

Menurut Gayus, mutasi ini seharusnya dilakukan melalui eksaminasi yang digagas Presiden dengan membentuk tim evaluasi.  Pembentukan timnya dilakukan presiden bersama DPR. “Hukum negara kita sudah carut marut dalam beberapa dekade ini,” ungkapnya.

Saat menjadi Hakim Agung, Gayus mengaku sudah melapor ke presiden tentang praktik transaksional hakim. “Tidak hanya di hakim daerah tapi juga hakim MA. Ini sudah terbukti dengan ditangkapnya sejumlah Hakim Agung. Sehingga di MA seharusnya juga ada mutasi. Presiden harus terlibat karena untuk mutasi Hakim Agung hanya bisa dilakukan Presiden melalui rapat pleno Hakim Agung,” jelas Gayus.

Diungkapkan Gayus, menyelesaikan perkara transaksional dalam penegakan hukum tidak  bisa hanya dengan mutasi. Karena persoalanya sudah sedemikian luas. “Pengadilan seperti gua hantu yang membuat masyarakat takut masuk karena di dalamnya transaksional,” ungkap Gayus yang saat ini menjadi akademisi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement