REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Advokat/ Praktisi Hukum sekaligus Managing Partners IND & Partners Law Firm M. Andrean Saefudin, menilai praktik duo pengacara yang yang menjadi tersangka suap hakim senilai Rp 60 miliar, Marcella Santoso dan Aryanto Bakri, telah menciderai profesi advokat.
“Rekan-rekan itu telah menciderai Profesi Advokat sebagai “Officium Nobile” dan melanggar Kode Etik Profesi tentunya , ketika hanya mewakili keinginan Klien, jauh dari pada tugas dan tanggung jawab sebagai Profesi yaitu menegakkan Hukum dan Keadilan yang berpijak pada Kebenaran,” kata Andrean.
Hal ini disampaikan Andrean menanggapi penetakan dua advokat tersebut sebagai tersangka kasus dugaan suap vonis lepas perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Keduanya menjadi tersangka pemberi suap kepada para hakim sekitar Rp 22 miliar
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mereka sebagai tersangka karena diduga suap itu bertujuan agar tiga korporasi ekspor minyak goreng yakni Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group divonis lepas dalam perkara ekspor CPO.
Andrean, mengatakan, praktik lancung tersebut membuktikan maraknya mafia peradilan dan kolusi sistemik. “Serta memperburuk citra profesi advokat, hal mana negara utamanya Institusi Peradilan tidak bisa menegakkan Keadilan ketika dihadapkan dengan uang dan koruptor,” paparnya.
Marcella dan Ary Bakri diduga kerap menangani klien dengan kasus-kasus besar. Selain itu, gaya hidup yang diperlihatkan keduanya di luar pengadilan juga kerap menjadi topik yang cukup ramai diperbincangkan publik.
Marcella merupakan pengacara tiga terdakwa korporasi kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya periode Januari-April 2022, yakni PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group dan PT Musim Mas Group.