REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hukum dan HAM, KH Ikhsan Abdullah, mengatakan, hukuman yang pantas untuk penegak hukum yang melakukan tindak pidana extra ordinary crime, seperti korupsi, adalah hukuman seumur hidup atau hukuman mati.
Hal ini disampaikan KH Ikhsan menanggapi Kejaksaan Agung (Kejagung) yang pada Sabtu (12/4/2025) malam, menangkap empat orang termasuk Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta (MAN) terkait pengaturan putusan kasus CPO oleh PN Tipikor Jakpus. MAN diduga menerima suap atau gratifikasi senilai Rp 60 miliar.
KH Ikhsan Abdullah mengatakan, perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang penegak hukum, terlebih tindak pidana yang bersifat extra ordinary crime, maka hukumannya harus diperberat. Jika perlu hukuman seumur hidup atau hukuman mati.
"Mengapa hukuman seumur hidup atau hukuman mati? Karena penegak hukum apalagi seorang hakim statusnya menjadi ujung tombak dari penegakan hukum dan keadilan, karena vonisnya dianggap mewakili keadilan Tuhan," kata Kiai Ikhsan.
Kiai Ikhsan mengatakan, maka apabila seorang hakim Tipikor melakukan perbuatan korupsi dengan menerima suap atau riswah. Hukuman yang pantas adalah vonis seumur hidup atau hukuman mati.
Menurutnya, vonis mati atau hukuman seumur hidup saat ini sangat tepat dijatuhkan. Mengingat kejahatan korupsi sudah sangat darurat dan meresahkan, bukan hanya jumlah uang yang dikorupsi nilainyanya triliunan, tapi hampir semua kementerian, lembaga bahkan aparat penegak hukum sudah terpapar kejahatan korupsi.
"Pembangun mental dan akhlak bangsa akan terhalang oleh maraknya prilaku koruptif yang setiap hari dipertontonkan," ujar Kiai Ikhsan.
Ia menegaskan, di dalam Islam, penerima suap dan orang yang menyuap akan mendapat hukuman yang sama.
Sebelumnya, diberitakan pengungkapan skandal penerimaan suap dan gratifikasi terkait dugaan pengaturan putusan lepas para terdakwa korporasi kasus korupsi perizinan ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat (PN Tipikor Jakpus), tak lepas dari penyidikan lanjutan perkara yang melibatkan mantan kepala Badan Diklat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar (ZR). Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Sabtu (12/4/2025) malam, menangkap empat orang, termasuk Kepala PN Jakarta Selatan (Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta (MAN) terkait pengaturan putusan kasus CPO oleh PN Tipikor Jakpus.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar mengatakan, MAN ditangkap, ditetapkan tersangka dan dijebloskan ke sel tahanan pada Sabtu (12/4/2025) malam. MAN diduga menerima suap atau gratifikasi senilai Rp 60 miliar.
Qohar mengatakan, penerimaan uang tersebut atas peran MAN selaku Wakil Ketua PN Tipikor Jakpus, lembaga peradilan tingkat pertama yang memeriksa perkara para terdakwa korporasi pada kasus korupsi izin ekspor CPO 2022. Saat MAN menjabat sebagai wakil ketua PN Tipikor Jakpus, ketua lembaga peradilan tingkat pertama di ibu kota tersebut adalah Rudi Suparmono (RS) yang juga mantan Ketua PN Surabaya, Jawa Timur (Jatim).