REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalma Maradona menyampaikan klaim memberatkan saat memberikan kesaksian pada Selasa (15/4/2025) pada persidangan kelalaian tujuh profesional medis dalam kematian ayahnya, legenda sepak bola Argentina Diego Armando Maradona. Dalma mengatakan, keluarga mereka ditipu oleh tim medis yang menjanjikan perawatan terbaik terhadap ayahnya.
Ia menggambarkan kamar tempat ayahnya menjalani rawat inap di rumah pada 2020 “menjijikkan” dan “berbau pesing”, tak sesuai dengan janji awal.
“Mereka menjanjikan kami rawat inap di rumah yang tidak pernah terjadi,” kata Dalma.
Ia anak tertua dari lima bersaudara mantan kapten Argentina itu. Dalma juga anak pertama yang bersaksi di pengadilan ini.
“Mereka membuat kami percaya pada sesuatu yang tidak pernah terjadi. Mereka menipu kami dengan cara yang paling kejam untuk mendukung hal itu,” tambahnya.
Maradona, yang membawa Argentina meraih gelar Piala Dunia pada 1986, meninggal dunia pada 25 November 2020. Saat itu, ia menjalani rawat inap di rumah di pinggiran Buenos Aires, beberapa hari setelah menjalani operasi hematoma yang terbentuk di antara tengkorak dan otaknya. Ia berpulang dalam usia 60 tahun.
Dalma mengatakan, fasilitas yang didapatkan ayahnya tersebut tidak layak untuk perawatan medis. “Baunya seperti air seni, tempat tidurnya menjijikkan,” katanya. “Ada toilet portabel. Ada panel di jendela untuk menghalangi cahaya. Tidak ada apa-apa. Itu mengerikan. Dapurnya menjijikkan.”
Tujuh tenaga kesehatan profesional, termasuk seorang ahli bedah saraf dan psikiater, diadili karena gagal memberikan perawatan yang memadai dan dapat menghadapi hukuman maksimal 25 tahun penjara.
Dalma mengingat bahwa setelah operasi hematoma, ahli bedah saraf Leopoldo Luque, psikiater Agustina Cosachov, dan psikolog Carlos Díaz - tiga terdakwa yang dia identifikasi sebagai “dokter ayah saya” - menyarankan rawat inap di rumah karena Maradona tidak ingin dirawat di rumah sakit.
“Ada tiga pilihan (rawat inap sukarela, rawat inap paksa, dan rawat inap di rumah), tetapi mereka membuat kami mengerti bahwa rawat inap di rumah adalah satu-satunya pilihan,” kata Dalma. “Mereka menjanjikan kami perawat 24 jam untuk memantau tekanan darahnya dan memberikan obat.”
Pekan lalu, mantan istri Diego Maradona dan seorang dokter juga mempertanyakan keputusan untuk membawanya ke rumah pribadi setelah operasi dan bukannya memasukkannya ke pusat rehabilitasi.
Kekurangan dalam perawatan Maradona di rumah adalah salah satu bukti utama jaksa penuntut terhadap para terdakwa.
Dalma mengatakan, terakhir kali ia melihat ayahnya masih hidup ketiak di rumah sakit, Sebab, ia tidak diizinkan masuk ke rumah tempat Maradona direhabilitasi sampai meninggal.
“Saya masuk ke kamarnya (setelah dia meninggal), dia sangat bengkak. Dia ditutupi dengan selimut, tetapi Anda bisa melihat bahwa dia bengkak,” katanya. “Saya menjatuhkan diri ke atasnya karena saya pikir dia akan bangun. Wajahnya sangat bengkak, tangannya, wajahnya. Perutnya, tubuhnya. Semuanya.”
Dalma mengaku merindukan ayahnya setiap hari dalam hidupnya. Yang paling menyakitkan baginya adalah mengetahui bahwa jika para dokter melakukan pekerjaan mereka dengan baik, kematian ayahnya dapat dihindari.
“Masih sangat menyakitkan untuk mengingat pelecehan yang dideritanya, dan saya tidak tahu. Jika saya tahu ini akan menjadi hasilnya, saya akan menanganinya dengan cara yang berbeda. Tapi saya tidak pernah memikirkannya,” kata Dalma.
View this post on Instagram