Selasa 11 Mar 2025 09:14 WIB

Pengadilan Kematian Maradona Memicu Emosi dan Kemarahan di Argentina

Maradona dianggap tidak dirawat dengan prosedut tepat sehingga meninggal.

Warga berada di dekat lukisan Maradona saat merayakan ulang tahun gol Tangan Tuhan dan Gol Abad Ini yang dicetak legenda sepak bola Diego Maradona ke gawang Inggris pada perempatfinal Piala Dunia 1986, di Buenos Aires, Argentina, Sabtu (22/6/2024). Pada gelaran Piala Dunia 1986, Maradona mencetak gol kontroversial dengan menggunakan tangannya kala Argentina bertemu Inggris di perempatfinal. Gol kontroversial tersebut kemudian tajuk utama koran-koran saat itu bahkan popularitasnya tetap terjaga hingga hari ini.
Foto: AP Photo/Rodrigo Abd
Warga berada di dekat lukisan Maradona saat merayakan ulang tahun gol Tangan Tuhan dan Gol Abad Ini yang dicetak legenda sepak bola Diego Maradona ke gawang Inggris pada perempatfinal Piala Dunia 1986, di Buenos Aires, Argentina, Sabtu (22/6/2024). Pada gelaran Piala Dunia 1986, Maradona mencetak gol kontroversial dengan menggunakan tangannya kala Argentina bertemu Inggris di perempatfinal. Gol kontroversial tersebut kemudian tajuk utama koran-koran saat itu bahkan popularitasnya tetap terjaga hingga hari ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Argentina akan memulai persidangan pekan ini terhadap tim medis mendiang ikon sepak bola Diego Maradona atas tuduhan kelalaian yang menyebabkan kematian. Kasus ini telah mengaduk-aduk emosi di negara di mana pemenang Piala Dunia 1986 itu masih mendapat penghormatan seperti dewa.

Persidangan, yang diperkirakan akan berlangsung selama berbulan-bulan, dimulai pada Selasa (11/3/2025), lebih dari empat tahun setelah kematian Maradona pada November 2020. Ia meninggal akibat gagal jantung pada usia 60 tahun setelah menjalani operasi otak beberapa hari sebelumnya.

Baca Juga

Tim medisnya secara umum menolak dakwaan tersebut. Namun pengadilan di San Isidro, di pinggiran Buenos Aires, akan mendengarkan hampir 120 kesaksian. Para terdakwa didakwa dengan “pembunuhan sederhana dengan niat akhir” dalam perlakuan terhadap mantan pemain Boca Juniors dan Napoli tersebut.

Kematian Maradona mengguncang negara Amerika Selatan yang sangat memuja dirinya. Kepergiannya memicu masa berkabung dan saling tuding mengenai siapa yang harus disalahkan setelah sang ikon berjuang melawan kecanduan dan kesehatan yang buruk selama bertahun-tahun.

Dijuluki “D10S”, sebuah permainan kata dalam bahasa Spanyol yang berarti dewa, dan “Pelusa” untuk rambutnya yang menonjol, Maradona berjuang melawan kecanduan alkohol dan narkob. Namun, ia tetap diagungkan karena kejeniusannya yang membawa Argentina meraih kejayaan di Piala Dunia pada 1986.

Hal itu mempertajam kemarahan di sekitar kematiannya. Dewan medis yang ditunjuk untuk menyelidiki proses kematiannya menyimpulkan pada awal 2021 bahwa tim medis bintang sepak bola itu telah bertindak dengan cara yang “tidak pantas, kurang dan sembrono”.

“Saya berharap ada keadilan karena mereka telah membunuhnya. Diego (Maradona) seharusnya masih hidup,” kata pemain Argentina Luis Alberto Suarez kepada Reuters di Buenos Aires. “Mereka tidak merawatnya.”

Akan tetapi, tidak semua orang begitu yakin dengan kesempulan dewan medis itu. “Saya hanya bisa berbicara dari apa yang saya lihat dari luar. Tapi kita tidak bisa mengatakan apakah mereka salah atau tidak,” kata seorang pekerja wiraswasta, Martin Milei.

“Jika dipikir-pikir, mereka benar-benar salah. Tapi saya pikir ada lebih banyak orang yang bertanggung jawab daripada yang dikatakan.”

Seorang pengangguran asal Argentina, Pablo Knopfler, mengatakan bahwa ia berharap persidangan akan mengungkap kebenaran. “Saya berharap ada pengadilan untuk mengetahui dengan lebih jelas apa yang terjadi pada Diego,” katanya. “Mungkin ada seseorang di atas kita atau mungkin Diego sendiri yang ingin menjelaskan apa yang terjadi padanya sehingga kebenaran terungkap.”

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement