Kamis 27 Mar 2025 19:21 WIB

Demonstrasi Warga Gaza dan Respons Hamas

Demonstrasi warga Gaza menuntut diakhirinya genosida Israel dan pencabutan blokade.

Rekaman drone mengenai kehancuran di berbagai bagian Jalur Gaza, 20 Januari 2025.
Foto: AP Video
Rekaman drone mengenai kehancuran di berbagai bagian Jalur Gaza, 20 Januari 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JALUR GAZA --  Aksi demonstrasi besar-besaran berlangsung di Jalur Gaza pada Rabu (26/3/2025), menuntut diakhirinya genosida yang dilakukan Israel terhadap wilayah tersebut, pencabutan blokade, serta masuknya kebutuhan dasar bagi warga. Gelombang demonstrasi meluas dari kota-kota dan kamp pengungsi di Gaza utara hingga Kota Deir al-Balah di Gaza tengah, seiring meningkatnya kemarahan rakyat atas situasi yang semakin memburuk.

Para peserta aksi meneriakkan slogan yang mendesak Hamas untuk tidak menentukan nasib warga Gaza secara sepihak. Mereka menegaskan bahwa rakyat Palestina tidak akan membiarkan masa depan mereka dikendalikan oleh agenda kelompok tertentu yang tidak mencerminkan identitas nasional dan kepentingan utama mereka.

Baca Juga

Para demonstran juga membawa spanduk bertuliskan: "Kami menolak untuk mati," "Darah anak-anak kami bukanlah sesuatu yang murah," "Cukup dengan perang," dan "Hentikan perang."

Aksi ini terjadi di tengah memburuknya kondisi kehidupan di Jalur Gaza, terutama setelah Israel secara sepihak mengakhiri gencatan senjata dan melanjutkan agresinya pada 18 Maret. Gaza kini menghadapi blokade yang semakin mencekik, mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Pembatasan ketat dan monopoli terhadap barang kebutuhan pokok telah menyebabkan lonjakan harga yang belum pernah terjadi sebelumnya, memicu kemarahan publik.

Tuduhan juga menguat terhadap sejumlah pedagang yang diduga memanfaatkan krisis demi keuntungan pribadi. Beberapa dari mereka dicurigai berkolaborasi dengan otoritas de facto, Hamas, untuk mengontrol pasar lokal.

Pada 18 Maret, Israel secara sepihak mengakhiri perjanjian gencatan senjata di Gaza dan kembali melancarkan serangan udara besar-besaran di seluruh wilayah tersebut, menewaskan ratusan warga Palestina, termasuk lebih dari 100 anak-anak. Menurut sumber medis, jumlah korban tewas telah mencapai 506 orang, sementara 909 lainnya mengalami luka-luka. Tim penyelamat masih berupaya mengevakuasi korban yang terjebak di bawah reruntuhan.

Serangan ini dilakukan di tengah kekhawatiran memburuknya kondisi kemanusiaan akibat pengepungan yang terus berlangsung serta larangan masuknya bantuan medis dan kemanusiaan ke Gaza. Israel telah melancarkan serangan militer di Gaza sejak Oktober 2023, yang hingga kini telah menewaskan 50.183 warga Palestina -- sebagian besar wanita dan anak-anak -- dan melukai 113.828 lainnya.

Selain itu, sedikitnya 10.000 orang dinyatakan hilang dan diduga tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di seluruh Jalur Gaza. Agresi Israel juga menyebabkan perpindahan paksa hampir dua juta orang dari seluruh Jalur Gaza, dengan sebagian besar para pengungsi dipaksa ke kota Rafah di bagian selatan yang padat penduduk di dekat perbatasan Mesir.

Perpindahan itu disebut menjadi eksodus massal terbesar Palestina sejak peristiwa Nakba pada 1948.

photo
Syuhada Kecil di Gaza - (Republika)

sumber : Antara, Wafa-OANA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement