REPUBLIKA.CO.ID, DAGHESTAN -- Komandan dari salah satu unit militer Chechen di Rusia bersumpah akan pergi ke Gaza untuk memerangi Israel. Pada Senin (26/3/2025), seperti dilaporkan OC Media, Zhamid Chalaev menggungah sebuah video di Telegram yang menggambarkan aksi sniper Palestina menembaki tentara Israel dengan teks tertulis, "Kami akan segera bergabung, hanya soal masalah waktu".
Komentar Chalaev bukan kali pertama dari kalangan komandan Chechen. Sebelumnya tak lama setelah perang Israel-Hamas pecah, pejabat Chechen Hussein Mezhidov juga mengumumkan rencananya berangkat ke Palestina. Di Intagram yang diunggahnya pada November 2023, da membagian foto-foto pejuang Plaestina dengan teks, "Saudaraku, saya datang 'untuk membantu' kamu".
Para pejabat Chechen memang kerap mengungkapkan rasa solidaritas terhadap warga Palestina. Pejabat Chenchen, Ramzan Kadyrov pernah mendesak pemimpin Muslim di dunia untuk membentuk koalisi melindungi warga Palestina. Dia menekankan perlunya usaha bersama untuk mencegah Israel membom warga sipil di bawah justifikasi memerangi Hamas.
"Saya meminta para pemimpin negara Muslim, membentuk sebuah koalisi dan menghubungi teman-teman Anda di Eropa dan seluruh negara Barat, untuk berhenti membom warga sipil dengan alasan menghilangkan militan," kata Kadyrov.
Pada 17 Oktober 2023, Kadyrov mendesak Israel untuk menghentikan eskalasi dan mengingatkan agar tidak memprovokasi Muslim di dunia sehingga mengambil langkah balasan.
"Jika rezim Israel berpikir Palestina sendirian dan bisa diperlakukan semaunya mereka, mereka sangat salah," kata Kadyrov.
Tiga hari kemudian, Kadyrov menggambarkan perang di Gaza sebagai genosida terhadap Muslim Palesintina. Dia juga menghubungkan aksi Israel terhadap warga Palestina sebagai fasisme.
Pada 29 Oktober 2023, protes massa pecah di bandara Makhachkala, Daghestan, dipicu kedatangan pesawat dari Tel Aviv. Ratusan pemrotes menggeruduk bandara, memindai penumpang, dan menuntut larangan masuk warga Israel.
Bangunan gedung bandara dan kendaraan dirusak selama protes itu, dan pihak keamanan tidak bisa langsung segera melakukan penertiban. Otoritas Daghestani menyebut insiden itu sebuah provokasi, dan dan Komite Investigasi Rusia kemudian melakukan penyelidikan atas kerusuhan tersebut.