Rabu 26 Mar 2025 15:37 WIB

Yakin Klausul Penyadapan di RKUHAP tak 'Ngefek', Ini Penjelasan Pimpinan KPK

Dalam rancangan yang ada, penyadapan tertuang dalam Pasal 124 draf revisi KUHAP.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat konferensi pers capaian kinerja KPK periode 2019-2024 di  Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (17/12/2024). Sepanjang lima tahun terakhir, total ada 36 OTT yang dilakukan oleh pimpinan KPK periode 2019-2024 ini. Selain itu selama 5 tahun terakhir,  KPK berhasil mengembalikan asset recovery mencapai Rp2,49 triliun yang disetorkan ke kas negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Capaian ini disebut sebagai sumbangsih KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.
Foto: Republika/Prayogi
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat konferensi pers capaian kinerja KPK periode 2019-2024 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (17/12/2024). Sepanjang lima tahun terakhir, total ada 36 OTT yang dilakukan oleh pimpinan KPK periode 2019-2024 ini. Selain itu selama 5 tahun terakhir, KPK berhasil mengembalikan asset recovery mencapai Rp2,49 triliun yang disetorkan ke kas negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Capaian ini disebut sebagai sumbangsih KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan dapat meninggalkan aturan dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang berhubungan dengan klausul penyadapan. KPK meyakini punya dasar hukum tersendiri untuk melakukan penyadapan.

"Berdasarkan asas lex specialis derogat legi generali, KPK dapat saja melakukan penyadapan berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2019 tanpa perlu mengikuti ketentuan yang diatur dalam KUHAP," kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak kepada wartawan di Jakarta, Rabu (26/3/2025).

Baca Juga

Tanak menerangkan, KPK termasuk lembaga khusus yang menangani tindak pidana korupsi. Dengan begitu, KPK punya kewenangan penyadapan pada tahap penyelidikan dan penyidikan seperti diatur dalam UU KPK Nomor 19 Tahun 2019. Adapun RKUHAP disebut Tanak hanya meregulasi penyadapan pada tahap penyidikan.

"KPK adalah lembaga negara yang dibentuk secara khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 43 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor. Lembaga ini khusus menangani perkara tindak pidana korupsi dan dalam melaksanakan tugasnya, KPK diberi kewenangan khusus untuk melakukan penyadapan pada tahap penyelidikan dan penyidikan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2019," ujar Tanak.

Tanak menyatakan, apa yang ingin diatur dalam RKUHAP sebenarnya cenderung pada perkara tindak pidana umum bukan tipikor. Sehingga menurut Tanak, KPK tak perlu mematuhi RKUHAP baru dalam hal penyadapan

"Penyadapan yang diatur dalam KUHAP lebih bersifat umum karena dapat dilakukan dalam perkara tindak pidana apa saja dan dapat dilakukan oleh penyidik Polri serta penyidik lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan," ucap Tanak.

Sebelumnya, DPR tengah membahas RKUHAP. Dalam rancangan yang ada, aturan soal penyadapan tertuang dalam Pasal 124 draf revisi KUHAP, yang mengungkap penyadapan dapat dilakukan guna kepentingan penyidikan. "Penyidik, PPNS, dan/atau Penyidik Tertentu dapat melakukan penyadapan untuk kepentingan penyidikan," tulis bunyi Pasal 124 ayat (1) draf revisi KUHAP.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement