REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri mengemukakan bahwa proses ekstradisi buronan kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik Paulus Tannos dari Singapura membutuhkan waktu paling cepat empat bulan. Masih ada proses hukum yang harus dilalui sebelum Tannos bisa diektradisi.
“Hasil komunikasi kami dengan mitra asing di Singapura, paling cepat bisa empat bulan atau mungkin bisa lebih dari itu karena ada sebuah proses hukum yang harus dilalui,” kata Kepala Bagian Kejahatan Internasional (Kabag Jatinter) Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri Kombes Pol Ricky Purnama di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (21/3).
Ricky menjelaskan bahwa pihak Singapura mempunyai waktu selama 45 hari masa penahanan untuk menjawab permohonan ekstradisi Tannos dari pemerintah Indonesia.
Pihak Singapura pun, kata dia, telah memenuhi permohonan ekstradisi Tannos dari pemerintah Indonesia. "Namun, karena pihak Singapura akan melakukan proses berdasarkan sistem hukum mereka, untuk selanjutnya melakukan peninjauan dan asesmen terhadap permohonan ekstradisi kita, keputusan dari proses hukum yang berjalan di Singapura nanti akan keluar pada waktunya dan tentunya akan memakan waktu,” jelasnya.
Walaupun demikian, kata dia, pemerintah merasa lega karena pihak Singapura menjamin bahwa Tannos masih ditahan di Changi Prison selama proses hukum tersebut berjalan, atau sebelum diekstradisi ke Tanah Air.
Sementara itu, Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia Divhubinter Polri Brigjen Pol Untung Widyatmoko menjelaskan bahwa proses ekstradisi Paulus Tannos menggunakan cara diplomasi yang dipimpin oleh Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Kementerian Hukum (OPHI Kemenkum), dan Kejaksaan Agung.