REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Mira Hayati, salah satu terdakwa pemilik kosmetik berbahaya, mengajukan permohonan peralihan status tahanan dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Makassar menjadi tahanan kota atau tahanan rumah. Permohonan ini diajukan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas I Makassar, Sulawesi Selatan, dengan alasan kondisi kesehatan Mira Hayati yang belum pulih pascamelahirkan dan kondisi anaknya yang masih memerlukan perawatan di rumah sakit.
"Iya benar (mengajukan peralihan status tahanan kota)," kata tim JPU sekaligus menjabat Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulsel Soetarmi singkat saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (20/3/2025).
Penasihat Hukum terdakwa Mira Hayati, Ida Hamidah, juga membenarkan telah berupaya mengajukan peralihan status tahanan rutan menjadi tahanan kota. Ia mengatakan, kondisi kliennya masih sakit dan sementara menyusui bayinya seusai melahirkan belum lama ini.
"Pengalihan (status) masih akan kami mintakan lagi, kami akan usahakan," kata Ida Hamidah kepada wartawan di PN Makassar usai sidang.
Merespons upaya peralihan status tersebut, Penggiat Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi Anggareksa menjelaskan, permohonan pengalihan status telah diatur dalam produk perundang-undangan serta ada hak terdakwa. Meski demikian, keputusan permohonan pengalihan tahanan tersebut tetap berada di hakim setelah mempertimbangkan berbagai aspek serta potensi terganggunya proses sidang.
"Pengalihan status tahanan itu dibenarkan hukum dan itu hak terdakwa. Tetapi, itu bisa berdampak terganggunya proses sidang bila terdakwa tidak kooperatif serta ada risiko melarikan diri dan menghilangkan barang bukti," ujarnya.
Dia mengatakam dalam kasus seperti ini, ada dua alasan utama mempertahankan status tahanan rutan dari pada tahanan kota. Pertama, sidang akan berjalan lancar. Kedua, dampak dari perbuatan terdakwa menyebabkan kerugian besar terhadap masyarakat, di sisi lain memberikan keringanan yang melukai rasa keadilan publik.
Sebelumnya, sidang lanjutan di PN Makassar menghadirkan tiga saksi diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) guna menelusuri alur distribusi produk kosmetik berbahaya mengandung zat merkuri tersebut sebagai barang bukti di pengadilan. Saksi Irwandi dari Polri bertugas di Polda Sulsel menyebutkan, pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat adanya peredaran kosmetik kecantikan atau skin care berbahaya yang dapat merusak wajah konsumen.
Selanjutnya, saksi membeli produk tersebut yang laris di pasaran platfom daring, kemudian membawa produk tersebut untuk di uji di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Makassar. Hasilnya, mengandung zat berbahaya, merkuri. Alhasil, dari hasil uji laboratorium tersebut kepolisian bergerak dan menyita ratusan produk dari distributor yang mendapatkan stok langsung dari Mira Hayati.
Fakta persidangan ini semakin memperkuat bahwa produk yang beredar tidak hanya melanggar regulasi, tetapi berpotensi membahayakan konsumennya. Dalam perkara ini, selain Mira Hayati, ada dua terdakwa pemilik kosmetik berbahaya juga menjalani sidang pemeriksaan saksi-saksi, yakni Agus Salim (40) dan Mustadir Daeng Sila (42) dengan sidang secara terpisah namun tetap dengan agenda sama.