Senin 17 Mar 2025 18:45 WIB

Mantan Hakim MK: Tidak Tepat Hapus Kewenangan Kejaksaan dalam Penyidikan Korupsi

Padahal seharusnya KPK sudah dibubarkan.

RUU KUHAP akan melarang Kejagung menyidik perkara korupsi. Foto ilustrasi penyidik Kejagung saat menggeledah di rumah-kantor milik pengusaha M Riza Chalid.
Foto: Istimewa
RUU KUHAP akan melarang Kejagung menyidik perkara korupsi. Foto ilustrasi penyidik Kejagung saat menggeledah di rumah-kantor milik pengusaha M Riza Chalid.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penghapusan kewenangan kejaksaan dalam penyidikan perkara korupsi dan menyerahkan kewenangan ini pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sebagai hal yang tidak tepat.  Sebagai lembaga ad hoc keberadaan KPK justru sudah tidak diperlukan.

Hal ini disampaikan mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Maruarar Siahaan, menanggapi beredarnya draft revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Salah satu isi yang mendapat perhatian adalah adanya penjelasan di KUHAP tentang penghapusan kewenangan kejaksaan dalam penyidikan korupsi.

Draft KUHAP yang akan menghapus kewenangan Kejaksaan  dalam penyidikan tindak pidana korupsi, menurut Maruarar, tidak tepat. Hal ini karena kewenangan KPK sebagai Penyidik Korupsi adalah bersifat ad hoc. 

Dan saat ini, menurut Maruarar, sudah waktunya membubarkan KPK sebagai badan ad hoc. Hal ini karena kinerja KPK yang diharapkan melampaui capaian Kejaksaan dan Kepolisian justru tidak tercapai. “Dalam kenyataan KPK terlibat dalam kasus yang sesungguhnya bukan dimaksudkan sebagai kewenangannya, yang spesifik hanya menyangkut pejabat negara dan perkara yang menimbulkan kerugian negara dalam skala besar,” ungkap Maruarar.

Selain itu, lanjutnya, badan-badan ad hoc sudah waktunya dihapuskan setelah melalui evaluasi tentang kebutuhan urgenntnya tidak lagi terlihat. 

Maruarar mengingatkan pentingnya konsistensi dalam landasan pemikiran, bahwa KPK adalah lahir karena kepolisian dan kejaksaan tampak belum mampu untuk memberantas Korupsi. Dengan melihat  KPK justru adalah personel Kepolisian yang ditugaskan di KPK,  tidak ada alasan yang menyebabkan bahwa karakteristik, kualitas dan kapasitas anggota polisi bisa menjadi luar biasa ketika menjadi anggota KPK.

“Karena latar belakang pendidikan, pembinaan dan disiplin yang berakar pada kepolisian juga akan terbawa ketika diangkat menjadi anggota KPK, kecuali dilihat secara individual kasuistis belaka,” papar Maruarar.

Ia juga menambahkan karakteristik dari proses pidana (criminal justice system), merupakan proses yang terintegrasi dengan konstrukksi yang saling mengawasi secara horizontal. Sehingga antara dominis litis dan redistribusi kewenangan harusnya saling mendukung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement