REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia menerima audiensi perwakilan tenaga pendamping profesional atau pendamping desa yang diberhentikan oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) karena pernah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng menerima pengaduan dari para pendamping desa terkait keputusan pemberhentian mereka di tahun 2025.
"Ini ada 1.040 pendamping desa di seluruh Tanah Air, yang tadi diwakili oleh belasan pendamping desa datang ke Ombudsman untuk mengadu terkait keputusan pemberhentian mereka," kata Robert dalam pertemuan di Gedung Ombudsman, Jakarta Pusat, Rabu (5/3/2025).
Robert menjelaskan, Ombudsman akan menindaklanjuti laporan tersebut sesuai dengan mekanisme yang ada. Tapi Ombudsman belum dalam posisi untuk memberikan pandangan secara substantif karena pemeriksaan belum dilakukan.
"Namun, dari sisi legal standing para pelapor, terlapor, dan objek kasusnya, ini masuk dalam kewenangan Ombudsman," ujar Robert.
Robert menegaskan, Ombudsman akan memproses laporan ini dengan memanggil pihak terkait. Ini termasuk Kemendes PDT untuk mengklarifikasi keputusan tersebut.
"Proses pemeriksaan nanti akan memanggil para pihak. Kita belum memetakan siapa saja, tetapi dari laporan tadi berarti terlapornya adalah Menteri Desa dan mungkin pihak lainnya. Kami akan melakukan penggalian informasi lebih lanjut," ucap Robert.
Sementara itu, Perwakilan Perhimpunan Pendamping Desa Seluruh Indonesia, Hendriyatna menilai, tindakan pemberhentian tersebut merupakan bentuk malaadministrasi. Menurutnya, mereka seharusnya tetap mendapatkan perpanjangan kontrak kerja karena telah memenuhi evaluasi kinerja dengan nilai baik.
"Kami sudah dievaluasi kinerja dan nilai evaluasi kami adalah B dan A. Sesuai dengan Kepmen Nomor 143, nilai EP B dan A itu bisa dan harus dilakukan kontrak kerja ulang," ujar Hendriyatna.
Tapi Hendriyatna menyebut Kemendes PDT tetap memberhentikan mereka dengan alasan pernah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dalam Pemilu 2024. Padahal, sebelum mencalonkan diri, mereka telah berkonsultasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Kementerian Desa. Saat itu dinyatakan pendamping desa tidak diwajibkan mengundurkan diri atau cuti selama masa kampanye.
"Kami selaku pendamping desa yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif saat itu tidak pernah satu kali pun atau satu orang pun yang mendapat teguran dari Bawaslu atau KPU. Jadi, tindakan pemberhentian ini merupakan tindakan malaadministrasi," ucap Hendriyatna.
Sebelumnya, para pendamping desa telah melakukan audiensi dengan Komisi V DPR RI. Mereka pun berencana membawa kasus ini ke Komisi IX DPR RI serta Komnas HAM.