Rabu 12 Mar 2025 20:02 WIB

Ini Jawaban Mendes terkait Tuduhan Pemecatan Sepihak Pendamping Desa

Kemendes diduga melakukan pemecatan sepihak ribuan TPP desa di berbagai wilayah.

Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Yandri Susanto.
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Yandri Susanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto menjawab tuduhan pemecatan terhadap tenaga pendamping profesional (TPP) atau pendamping desa. Menurut Mendes, pemberhentian pendamping yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, guna memastikan profesionalitas TPP.

"Kenapa yang nyaleg itu kami evaluasi? Karena namanya TPP, tenaga pendamping profesional. Kalau dia nyaleg, berarti sudah memblok (berpihak pada pihak tertentu)," kata Yandri dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/3/2025).

Baca Juga

Apabila hal itu dibiarkan, kata Yandri melanjutkan, pada 2029 mendatang atau pemilu berikutnya kemungkinan sebagian besar pendamping desa akan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif atau nyaleg. Ia lalu menyampaikan langkah evaluasi itu dilakukan merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Aturan itu mewajibkan pejabat tertentu, termasuk karyawan lembaga atau badan lain, untuk mengundurkan diri jika mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karyawan merupakan orang yang bekerja pada suatu lembaga dengan menerima gaji atau upah berdasarkan kontrak kerja. Jika mengacu pada definisi itu, TPP atau pendamping desa dapat dikategorikan sebagai karyawan karena mereka bekerja berdasarkan kontrak dan menerima honor dari APBN. "Di Undang-Undang Pemilu sudah diatur, mereka digaji dari anggaran APBN," ucap Yandri.

Dalam kesempatan yang sama, mantan wakil ketua MPR RI itu juga menekankan TPP atau pendamping desa sejatinya tidak boleh mengorbankan kepentingan umum untuk kepentingan pribadi, seperti nyaleg. "Ini kan pendamping desa, profesional. Kita tidak boleh demi kepentingan kita, terus mengorbankan yang lebih besar," ujar dia.

Ia juga membantah tudingan bahwa langkah evaluasi pendamping desa itu didasarkan suka tidak suka (like and dislike). "Jadi saya bukan suka (atau) tidak suka mengevaluasi itu," ucapnya.

Yandri juga mengungkapkan persoalan lain terkait pendamping desa adalah terdapat pendamping yang memiliki dua pekerjaan sekaligus (double job). "Banyak pendamping desa itu yang double job. Dia pendamping desa menerima gaji dari pemerintah, juga dia menerima sebagai penyelenggara pemilu dan itu tidak dievaluasi selama ini," ucapnya.

Dengan demikian, menurut dia, evaluasi penting untuk dilakukan sebagaimana saran Komisi V DPR RI yang dituangkan dalam kesimpulan rapat bersama Yandri pada 7 November 2024.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement