REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD turut bersuara soal kontroversi lagu kritik terhadap Polri dari Band Sukatani. Mahfud mengatakan, mengarang lagu untuk kritik adalah bagian dari hak asasi manusia (HAM) dalam meluapkan ekspresi.
Mahfud juga mengatakan, duo personel punk asal Jawa Tengah (Jateng) itu tak semestinya menarik lagu ‘Bayar, Bayar, Bayar’ tersebut. Pun kata dia, tak perlu Sukatani menyampaikan maaf atas lagu tersebut.
“Menciptakan lagu untuk kritik adalah HAM,” begitu kata Mahfud seperti dikutip dari akun twitter miliknya, Ahad (23/2/2025).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga mengatakan, lagu karangan Sukatani itu sudah beredar luas. Juga sudah menjadi ikon soundtrack bagi para pengunjuk rasa dalam demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah baru-baru ini. Meskipun lagu tersebut, menurut penelusuran Mahfud, sudah bertebaran pada platform musik digital sejak lama.
“Mestinya grup band Sukatani tak perlu minta maaf dan menarik lagu ‘Bayar Bayar Bayar’ dari peredaran karena alasan pengunjuk rasa menyanyikannya saat demo (2025). Lagu tersebut sudah diunggah di Spotify sebelum ada unjuk rasa (menurut ChatGPT, Agustus 2023),” kata Mahfud.
Band punk Sukatani, baru-baru ini menjadi perbincangan publik atas lirik lagunya yang keras mengkritik Polri. Melalui lagu ‘Bayar, Bayar, Bayar’ band asal Purbalingga itu menyampaian kritiknya dalam 19 bait liriknya tentang Polri yang tak lepas dari kegiatan ‘pemungutan’ terhadap warga negaranya sendiri. Mulai dari bikin SIM, kena tilang, izin konser, laporan barang hilang yang menurut lagu tersebut, harus membayar polisi. Bahkan, untuk masuk-keluar penjara, mau menjadi anggota polisi, pun dikatakan dalam lagu tersebut tetap harus bayar ke polisi.