REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong penjatuhan sanksi atas polisi dalam kasus pemanggilan terhadap band punk asal Purbalingga, Sukatani. Publik menuding bahwa kepolisian telah menekan dan mengintimidasi dua personel Sukatani. Sesudah dipanggil aparat penegak hukum, musisi tersebut lalu meminta maaf atas lagu "Bayar Bayar Bayar" dan menarik karya tersebut dari peredaran.
Terkait itu, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian RI menyatakan telah meminta penjelasan dari anggota Direktorat Reserse Siber (Ditressiber) Polda Jawa Tengah terkait dugaan intimidasi tersebut. Berbeda dengan anggapan publik, Polda Jateng menyatakan pihaknya sekadar meminta klarifikasi dari Sukatani soal lagu “Bayar Bayar Bayar” yang memuat kritik terhadap institusi kepolisian.
"ICJR menyerukan agar Propam bertindak tegas terhadap tindakan-tindakan memanggil orang tanpa dasar, yang oleh polisi sering disebut sebagai klarifikasi," kata
Plt Direktur Eksekutif ICJR, Maidina Rahmawati, kepada Republika, Sabtu (22/2/2025).
Maidina menjelaskan, kepolisian tidak berwenang meminta klarifikasi dari seseorang kecuali untuk kepentingan penegakan hukum. Hal ini pun sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Siapa dan bagaimana polisi dapat memanggil dan meminta keterangan dari seseorang," ujar Maidina.
Menurut berbagai laporan media, Sukatani sempat tidak bisa dikontak usai dicegat oleh "orang yang tidak mereka kenal." Setelah video yang memuat permintaan maaf Sukatani, kedua personel band punk tersebut juga tidak muncul di depan publik untuk menyuarakan haknya. Maidina mengatakan, hal itu mengindikasikan adanya dampak represi.
"Kondisi ini menciptakan iklim ketakutan dan merupakan tindakan represi, yang sama sekali tidak sejalan dengan KUHAP dan konstitusi negara Indonesia," ujar dia.
View this post on Instagram
Untuk itu, ICJR menyerukan agar Propam tak hanya selesai dengan pemeriksaan atas anggota Polda Jateng. Semestinya ada tindakan tegas atas dugaan pelanggaran hak rasa aman, penangkapan, serta pembatasan ruang gerak yang sewenang-wenang yang diduga dilakukan anggota kepolisian.
"Jika tindakan intimidatif dan sewenang-wenang itu terbukti, maka harus ada sanksi yang dijatuhkan pada anggota Polda yang terlibat," ujar Maidina.