REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dianggap gagal memberi rasa keadilan untuk korban penembakan oknum polisi Briptu AR, Agustino, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo didesak mencopot Kapolda Kalimantan Barat (Kalbar) Irjen Pipit Rismanto.
Desakan ini terkai dengan penembakan Briptu AR terhadap Agustino pada 7 April 2023. “Penanganan kasus Agustino masih jauh dari prinsip keadilan dan transparansi,” kata Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Pontianak, Mikhael Tae, dalam siaran pers, Rabu (5/2/2025).
Berdasarkan keterangan keluarga korban dan kuasa hukumnya, kata Mikhael, terdapat banyak kejanggalan dalam proses hukum terhadap pelaku. "Pihak keluarga telah menyampaikan berbagai upaya hukum, termasuk melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri dan mengirim surat kepada Presiden serta Kompolnas, namun hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai keadilan yang mereka perjuangkan," kata Mikhael.
Kasus tewasnya Agustino, menurut Mikhael, bukan hanya tentang penegakan hukum. Tetapi juga menyangkut hak asasi manusia. "Tidak ada alasan yang dapat membenarkan tindakan aparat yang berujung pada hilangnya nyawa warga sipil," ujar Mikhael.
PMKRI juga mempertanyakan sanksi yang diberikan kepada Briptu AR, yang hanya dikenakan hukuman demosi selama tiga tahun dan penempatan khusus selama 30 hari. Sanksi ini tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan akibat perbuatannya.
"Seharusnya, oknum polisi yang melakukan pelanggaran berat seperti ini diproses secara transparan dan dihukum seadil-adilnya sesuai dengan hukum pidana yang berlaku," ungkap Mikhael.
Tak hanya itu, Mikhael berpandangan jika hukaman ringan terhadap aparat penegak hukum yang terlibat kasus pembunuhan tidak akan membuat jera. Hukuman yang jauh dari kata adil itu justru dikhawatirkan melahirkan pembunuh-pembunuh baru di Tanah Air.
PMKRI menilai Kapolda Kalbar gagal menjamin keadilan bagi masyarakat dan justru lebih melindungi anggotanya yang bersalah. Diingatkannya, tindakan Briptu AR adalah kejahatan serius, namun hingga kini proses hukum masih penuh kejanggalan dan cenderung berpihak pada pelaku.
Atas hal tersebut, PMKRI pun melayangkan lima tuntutan atas kasus tersebut. Kelima tuntutan PMKRI itu antara lain;
- Kapolda Kalimantan Barat bertanggung jawab atas gagalnya penegakan hukum dan segera mengambil langkah konkret untuk memastikan transparansi dalam kasus ini.
- Transparansi penuh dalam proses hukum*terhadap Briptu AR, termasuk membuka hasil penyelidikan kepada publik.
- Proses hukum yang adil dan setimpal bagi pelaku, dengan mengedepankan prinsip hukum yang berlaku tanpa ada intervensi atau perlindungan institusional.
- Dukungan bagi keluarga korban, baik dalam proses hukum maupun pemulihan sosial akibat tragedi ini.
- Komitmen serius dari pemerintah dan institusi kepolisian dalam mencegah tindakan represif oleh aparat serta menjamin keamanan dan hak masyarakat sipil.
Mikhael meminta Kapolri secepatnya mencopot Pipit sebagai pucuk pimpinan Polda Kalbar. PMKRI Pontianak kembali menegaskan bila Pipit sudah gagal memberi rasa keadilan bagi masyarakat.