REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kebakaran dahsyat menghanguskan ratusan rumah di kawasan padat penduduk di Jalan Kemayoran Gempol, Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat pada Rabu (22/1/2025) lalu. Di tengah rumah-rumah warga yang hancur dan hangus terbakar, sebuah masjid berdiri tegak.
Walaupun dinding dan atap dari masjid itu terlihat hangus terbakar dari luar, bagian dalam seperti tidak banyak tersentuh api. Ada sebuah lemari berisikan Alquran yang tak menunjukkan tanda kerusakan sama sekali, sementara dinding depan masjid sudah menghitam terbakar. Lukisan kaligrafi yang tertulis di dalam masjid tidak terbakar dan utuh.
Al-Hasanah alias “Kebaikan”, nama masjid tersebut. Ia berdiri tak jauh dari titik api pusat kebakaran yang menghanguskan 543 rumah di RT 01 sampai RT 11 wilayah tersebut.
Masjid dengan bangunan dua lantai yang diresmikan pada 2 Desember 1983 itu masih gagah berdiri. “Alhamdulillah selalu penuh waktu shalat maghrib dan isya,” ujar seorang warga yang ditemui di dalam masjid, kemarin.”Masjid ini memang sering jadi tempat ngaji dan shalat,” ia melanjutkan.
Ia meyakini ada keajaiban terkait masjid yang tak ambruk dan habis terbakar seperti rumah-rumah di sekelilingnya. “Memang, masjid itu rumah Allah. Buktinya, ini lemari saja nggak apa-apa, nggak rusak sama sekali malahan.”
Saksi mata menuturkan pada Republika, Api awalnya muncul di dua tiga rumah yang berada persis di depan masjid. Api menyambar dengan cepat, dan membakar semua rumah yang ada di sekitarnya. “Itu apinya muncul dari rumah itu (rumah di depan masjid), konslet kayaknya penyebab awal,” ucap seorang warga.
Api pertama keluar dari lantai dua sebuah rumah, pada pukul 00.35 WIB. Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa api menyebar dengan sangat cepat. Saat ini terlihat garis polisi telah melingkari area tempat kejadian perkara (TKP). Tampak sejumlah tabung gas berada di area TKP yang dipasangi garis polisi.
“Saya tengah malam lagi main hape, terus tiba-tiba ada warga teriak-teriak kebakaran. Dikirain ada maling, soalnya tengah malam, kan. Pas saya keluar apinya langsung nyamber ke rumah lain, kayak air, ngalir semuanya,” ucap Oding (32 tahun) yang tinggal persis di belakang Masjid Al-Hasanah.
Warga tempatan, menurut dia, kemudian panik. Beberapa mencoba memadamkan api dengan air yang dialirkan lewat selang maupun diangkut dengan ember. “Tapi nggak ada yang berhasil, keburu apinya menyebar kemana-mana,” kata dia.
Ia menduga, api lekas menyebar karena berimpitannya rumah warga serta keberadaan banyak tabung gas elpiji. “Jadinya apinya cepet nyamber ke rumah lain, saya langsung ngamanin istri sama anak saya keluar,” ia menuturkan.
Setelah anak dan istrinya aman di Mapolres Jakarta Pusat, ia kembali mengamankan sepeda motor. “Saya nggak sempat bawa apa-apa, baju saja cuma bawa sepasang, sisanya ya sudah, kebakar. Uang juga nggak bawa banyak, sudah pada kebakar,” Oding menambahkan.
Ia menceritakan bahwa jalan sempit kampung itu tak bisa dilalui truk pemadam kebakaran yang datang dalam jumlah 20-an unit. “Jadinya pakai selang saja di dalam, semuanya disemprot, pada naik ke dinding-dinding pembatas polres dan pemukiman.”
Oding mengatakan sudah ikhlas dengan keadaannya saat ini. Dia hanya berharap keluarganya sehat dan harta benda yang dilalap api bisa diganti rezeki lainnya. “Semoga nanti keluarga saya sehat-sehat saja, semoga rezeki yang diambil hari ini akan balik lagi kedepannya,” kata Oding yang bekerja serabutan tersebut.
Warga lainnya, Wati (33) juga merasakan kesedihan terkait insiden kebakaran tersebut. Dia tak sempat menyelamatkan harta bendanya saat kebakaran terjadi. “Semuanya sudah habis, rumah sudah kebakar, motor juga sudah kebakar. Sudah nggak ada sisanya,” ucap Wati. “Saya sedang tertidur ketika kebakaran terjadi, terus dibangunkan oleh sama tetangga yang ngetuk pintu dan teriakan dari warga-warga lain,” kata Wati saat ditemui di posko sementara Polres Jakarta Pusat.
Wati hanya berhasil membawa beberapa surat berharga, sedikit baju, uang, dan anaknya yang tidur disampingnya. Suaminya mencoba memadamkan api menggunakan ember dan alat seadanya, sementara Wati bergegas menyelamatkan diri dan anaknya.
Di lokasi, terlihat sejumlah warga mengumpulkan paku dari puing puing. “Biar bisa dijual lagi,” ucap Rosimah (53). Banyak dari warga di sana, dimulai dari anak kecil yang masih berada di bangku SD hingga orang tua, semuanya mengambil tembaga dari telepon rumah, paku dari kayu-kayu yang sudah menjadi arang, besi dari motor-motor yang hangus terbakar untuk dijual lagi. Warga juga mengumpulkan seng di satu titik untuk dilipat dan dirapikan, serta mengumpulkan bekas-bekas wadah komputer.
Polres Jakarta pusat dan donatur kini mulai membantu korban kebakaran dengan membangun dapur umum untuk memenuhi kebutuhan pangan para korban. "Dapur ini didirikan agar para korban bisa makan, dan minum" kata Iman, petugas BPBD yang berada di sekitar dapur umum. “Fokusnya untuk anak-anak, ibu-ibu, dan juga lansia” tambahnya.
Setiap orang wajib memegang kupon untuk digunakan sebagai alat tukar dengan makanan yang itu hari menunya bakso. Tidak hanya bantuan dari mereka, BPBD juga menyediakan tenda pengungsian dan toilet portabel bagi para korban. “Sudah ada sekitar 15-an tenda sekarang, ini juga tambah kamar mandi portabel lagi,” jelas Iman.
Setiap tenda yang dibangun beralaskan dengan sebuah platform yang hanya dialasi dengan sebuah matras tipis. Tidak ada kasur. Di tepi jalan, posko-posko dari berbagai lembaga juga berdiri.
Sejauh ini, BPBD sangat membutuhkan obat-obatan bagi para pengungsi. Hal ini disebabkan oleh cidera-cidera yang dialami oleh para penyintas kebakaran. Air bersih juga menjadi keperluan mendesak bagi penyintas. Saat ini, air yang tersedia jumlahnya terbatas, tidak cukup untuk 1.797 pengungsi. Banyak dari mereka yang membeli jeriken air yang dibawa menggunakan gerobak untuk mendapatkan air bersih.