Sabtu 18 Jan 2025 13:00 WIB

Biadab, Israel Terus Bombardir Gaza Setelah Sepakati Gencatan Senjata

Sebanyak 117 warga Gaza dibunuh Israel sejak kesepakatan gencatan senjata diumumkan.

Pengunjuk rasa mengikuti aksi damai solidaritas untuk Palestina di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Jumat (17/1/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Pengunjuk rasa mengikuti aksi damai solidaritas untuk Palestina di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Jumat (17/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Warga Gaza terjebak dalam penantian mematikan sementara Israel terus melakukan pemboman saat waktu berlakunya gencatan senjata. Lebih dari seratus orang telah dibunuh Israel di Jalur Gaza, puluhan adalah perempuan dan anak-anak setelah pengumuman gencatan senjata.

Bahkan setelah kabinet perang Israel menyetujui gencatan senjata semalam, militer Israel masih membombardir tenda yang menampung warga Palestina yang terlantar di daerah al-Mawasi, barat laut Khan Younis di Gaza selatan, melukai beberapa orang. Pasukan Israel juga melakukan serangan di kota Abasan al-Kabira, sebelah timur Khan Younis pada Jumat malam.

Baca Juga

Serangan pesawat tak berawak Israel pada Jumat malam juga menewaskan tiga warga sipil Palestina di lingkungan at-Tuffah, sebelah timur Kota Gaza, menurut koresponden kantor berta WAFA. Mereka mengatakan bahwa pasukan Israel menggunakan pesawat tak berawak untuk menyerang perkumpulan warga sipil di lingkungan tersebut, merenggut nyawa tiga orang dan melukai lainnya.

Sejak perjanjian gencatan senjata diumumkan pada hari Rabu, setidaknya 117 warga Palestina telah terbunuh di Jalur Gaza. Di antara mereka terdapat 30 anak-anak dan 32 perempuan , serta lebih dari 264 warga Palestina terluka. Warga Palestina ini dibunuh di beberapa wilayah di Jalur Gaza.

Aljazirah melaporkan, warga Palestina menantikan Ahad, saat berlakunya gencatan senjata dengan emosi yang campur aduk. Warga Palestina sangat takut bahwa gencatan senjata ini tidak akan berhasil.

Sejumlah warga siap untuk kembali ke utara dari Jalur Gaza tengah, dan juga dari bagian selatan Jalur Gaza. Mereka menunggu dengan penuh semangat untuk pergi dan mengunjungi rumah mereka.

Sementara itu ribuan warga Palestina yang masih terjebak di bawah reruntuhan. Ribuan warga Palestina yang sudah lebih dari 15 bulan tidak bisa bertemu dengan keluarga mereka, orang-orang yang mereka cintai. Warga Palestina, ketika mereka menunggu perjanjian gencatan senjata, berharap hal ini terjadi secepatnya karena pasukan Israel terus menyerang berbagai wilayah di Jalur Gaza.

Di tengah berlanjutnya serangan udara, cuaca dingin yang parah, dan berita penundaan, jutaan orang di Gaza menunggu dengan cemas pada hari Kamis untuk konfirmasi bahwa kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel akan dilaksanakan.

Banyak yang mengungkapkan ketakutan mereka akan harapan akan awal yang baru setelah konflik yang berlangsung selama 15 bulan akan pupus. Perang tersebut telah menewaskan puluhan ribu orang di wilayah tersebut dan menghancurkan sebagian besar wilayah tersebut.

“Sejauh ini, berita mengenai kesepakatan itu menegangkan… jadi kami mengikuti berita 24 jam sehari. Kegagalan kesepakatan itu mungkin saja terjadi, karena Israel tidak ingin Gaza dan rakyatnya beristirahat dan bernafas,” kata Muhammad al-Hebbil (37 tahun), yang mengungsi pada awal perang dari rumahnya di kota utara Beit Lahiya ke Kota Gaza kepada the Guardian.

photo
400 Hari Genosida di Gaza - (Republika)

Perjanjian yang diumumkan oleh Qatar pada Rabu merupakan kelanjutan dari perundingan yang sia-sia selama berbulan-bulan dan, jika berhasil diselesaikan, akan menghentikan agresi Israel satu hari sebelum pelantikan presiden terpilih AS, Donald Trump, pada Senin.

Laporan bahwa Israel menuduh Hamas mengingkari sebagian dari perjanjian tersebut, dan bahwa kabinet Israel belum bertemu untuk meratifikasi perjanjian tersebut meningkatkan kekhawatiran pada Kamis. “Sekarang semua orang ingin tidur dan bangun pada Ahad, ketika pertempuran telah berhenti. Menunggunya sangat sulit,” kata Hebbil.

Warga Palestina di Gaza melaporkan pemboman besar-besaran Israel. Dalam konflik-konflik sebelumnya di wilayah tersebut, kedua belah pihak telah meningkatkan operasi militer pada jam-jam terakhir sebelum gencatan senjata sebagai cara untuk menunjukkan kekuatan dan menimbulkan kerugian pada menit-menit terakhir pada musuh mereka.

Hebbil, yang tinggal di tenda di dalam stadion olahraga Yarmouk di Kota Gaza, mengatakan dia telah menyaksikan dampak dari satu serangan, dan menggambarkan “pemandangan yang sangat sulit dan menyakitkan”.

“Sejak kesepakatan, pemboman tidak berhenti di sekitar kami,” kata Hebbil. “Saya melihat seorang pemuda dengan jenazah saudaranya yang tewas dalam serangan tadi malam. Dia berteriak dan berkata kepadanya, ‘Mengapa kamu pergi sekarang? Saya datang untuk memberitahu bahwa perang sudah berakhir.’”

photo
Kerabat membawa jenazah korban yang meninggal dunia akibat serangan udara Israel ke sebuah rumah di kamp pengungsi Bureij, di kota Deir al-Balah, Gaza, Rabu (1/1/2025). - (AP Photo/Abdel Kareem Hana)

“Kemarin [Rabu] adalah hari yang berdarah, dan hari ini lebih berdarah lagi,” kata Zaher al-Wahedi, kepala departemen pendaftaran Kementerian Kesehatan.

Saeed Alloush, yang tinggal di Gaza utara, mengatakan dia dan orang-orang yang dicintainya “menunggu gencatan senjata dan merasa bahagia”, sampai serangan semalam menewaskan kerabatnya. “Itu adalah malam paling membahagiakan sejak 7 Oktober,” katanya, hingga “kami menerima kabar syahidnya 40 orang dari keluarga Alloush”.

Suhu malam yang rendah baru-baru ini dan kurangnya tempat berlindung telah memperparah firasat buruk tersebut. Hanya sedikit orang di Gaza yang memiliki gas, listrik, atau bahkan kayu bakar untuk menghangatkan diri.

Ashraf Ahmed Fuaad, 49, mengatakan dia sedang duduk di Khan Younis di selatan Gaza bersama keluarganya “dalam cuaca yang sangat dingin”.

“Kami menunggu kabar resmi gencatan senjata seolah-olah kami menunggu bulan terbit, menghilangkan kegelapan malam, di mana tidak ada listrik atau kehidupan,” kata ayah tiga anak ini. “Saya berharap gencatan senjata pada akhirnya akan terwujud, dan perdamaian akan terwujud tidak hanya di Gaza tetapi juga di Timur Tengah.”

Pihak Amerika Serikat masih enggan mengutuk serangan-serangan Israel, dan behkan memberikan pembenaran. Brett McGurk, negosiator Biden, melakukan wawancara dengan media AS, dan dia mengatakan bahwa sejauh yang dia ketahui, setiap detail kini telah dirahasiakan.

Dia memperkirakan tawanan Israel pertama akan dibebaskan pada Ahad, dan lebih banyak lagi yang akan dibebaskan dalam interval tujuh hari. Tidak pernah disebutkan lagi tentang tawanan Palestina – ratusan tawanan Palestina yang ditawan oleh Israel.

Dia juga ditanya soal Israel yang telah membunuh 117 warga Palestina sejak kesepakatan gencatan senjata dicapai. McGurk menjawab singkat, “Kesepakatannya gencatan senjata belum dimulai.“

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement