REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Berkas perkara korupsi suap dan gratifikasi dalam vonis terpidana Gregorius Ronald Tannur mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur (Jatim), dan panitera untuk membebaskan pelaku pembunuhan Dini Sera Afriyanti. Dalam berkas perkara tersangka Meirizka Widjaja (MW), dan Lisa Rahmat (LR) yang dilimpahkan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) kepada tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) terungkap adanya uang senilai 30 ribu dolar Singapura (SGD) untuk ketua PN Surabaya, dan S selaku panitera.
MW adalah ibu kandung Ronald Tannur. Sedangkan LR adalah pengacara Ronald Tannur. Kedua tersangka itu akan segera didakwa di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta setelah penyidik di Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan berkas perkara keduanya ke JPU di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus), Rabu (9/1/2025).
Dalam berkas perkara keduanya itu disebutkan, pada 6 Oktober 2023, MW menemui LR di kantor firma hukumnya di Kendal Sari Raya, Surabaya.
“Dalam pertemuan tersebut membahas hal-hal apa saja yang diperlukan oleh MW untuk mengurus perkara Ronald Tannur dan langkah-langkah yang akan ditempuh,” begitu dalam berkas perkara yang disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar dalam siaran persnya, Kamis (9/1/2025).
Dari pertemuan tersebut, tersangka LR meminta MW amunisi uang senilai Rp 1,5 miliar untuk mengurus langkah-langkah hukum atas status Ronald Tannur yang ketika itu akan diadili atas kasus kematian kekasihnya itu.
LR, pun disebutkan menghubungi tersangka Zarof Ricar (ZR) yang merupakan pejabat tinggi di Mahkamah Agung (MA), mantan kepala badan pendidikan pelatihan hukum dan peradilan di MA. “LR menguhubungi ZR melalui pesan Whatsapps dan meminta ZR untuk memperkenalkan dan membuat janji bertemu dengan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya,” kata Harli.
Selanjutnya dikatakan, LR datang ke PN Surabaya dan menemui ketua PN Surabaya tersebut. “Dalam pertemuan tersebut LR meminta dan menanyakan tentang komposisi majelis hakim yang akan menangani dan memeriksa perkara Greogorius Ronald Tannur,” kata Harli.
Lalu dalam pertemuan tersebut, ketua PN Surabaya menyampaikan kepada LR bahwa komposisi majelis hakim yang memeriksa perkara Ronald Tannur adalah hakim Erintuah Damanik (ED), hakim Mangapul (M), dan hakim Heru Hanindyo (HH). Dikatakan pada 1 Juni 2024, di Bandara Ahmad Yani, Semarang, LR bertemu dengan hakim ED yang menjadi ketua majelis persidangan Ronald Tannur.
Dari pertemuan tersebut, LR menyerahkan uang dalam amplop setotal 140 ribu SGD atau setara Rp 1,6 miliar. Setelah dua pekan dari pertemuan tersebut, ED, hakim HH, menemui hakim M di ruang kerjanya di PN Surabaya.
Dalam pertemuan ketiga hakim itu, ED menyerahkan uang 140 ribu SGD tersebut kepada HH, dan M. Uang pemberian dari LR tersebut dibagi-bagi oleh ketiga hakim itu.
“Masing-masing mendapatkan uang sebesar 38 ribu SGD untuk Erintuah Damanik, sebesar 36 ribu SGD untuk Mangapul, dan sebesar 36 ribu SGD untuk Heru Hanindyo,” ujar Harli.
Dalam berkas perkara, kata Harli juga disebutkan selain uang untuk ketiga hakim tersebut, ada uang senilai 30 ribu dolar SGD atau sekitar Rp 355 juta yang dialokasikan untuk ketua PN Surabaya, dan panitera inisial S.
Namun kata Harli, mengacu berkas penyidikan uang 30 ribu SGD tersebut belum diserahkan kepada ketua PN Surabaya, dan S sebagai panitera. “Selain untuk para hakim yang menangani perkara Ronald Tannur, sejumlah 20 ribu dolar SGD untuk ketua PN Surabaya, dan 10 ribu dolar SGD unutk Siswanto selaku paniteranya. Akan tetapi uang sejumlah 20 ribur SGD untuk ketua PN Surabaya, dan 10 ribu SGD untuk Siswanto selaku panitera belum diserahkan kepada yang bersangkutan, dan masih dipegang oleh Erintuah Damanik,” kata Harli.
Penyerahan uang kepada hakim ED yang dilakukan oleh LR sebagai pengacara pun kembali dilakukan pada 29 Juni 2024. Pada tanggal tersebut dikatakan LR kembali bertemu dengan ED di Bandara Ahmad Yani, di Semarang. Dan dari pertemuan tersebut, LR kembali menyerahkan uang kepada ED senilai 48 ribu dolar SGD atau setara Rp 568 juta.
Dari penyerahan uang tersebut berlanjut dengan ED, selaku ketua majelis hakim yang memeriksa perkara Ronald Tannur merumuskan redaksional untuk penjatuhan putusan bebas atas kasus kematian Dini Sera itu.
“Erintuah Damanik merumuskan redaksional untuk putusan bebas Gregorius Ronald Tannur sebagai terdakwa,” kata Harli.
Rumusan redaksional putusan bebas tersebut, disampaikan kepada hakim HH lalu dilakukan perubahan atau perevisian. Selanjutnya pada 24 Juli 2024, dalam sidang pembacaan putusan terhadap Ronald Tannur sebagai terdakwa, majelis hakim lengkap ED, M, dan HH menjatuhkan vonis tak bersalah, dan menyatakan Ronald Tannur bebas dari tuntutan 12 tahun penjara atas dakwaan Pasal 338 dan Pasal 531 ayat (3) KUH Pidana.
sumber : Antara
Advertisement