Kamis 09 Jan 2025 20:45 WIB

Kasus PMK di Jawa Tengah Melonjak

Saat ini kasus PMK sudah tersebar di 25 kabupaten/kota di Jateng.

Rep: Kamran Dikarma / Red: Satria K Yudha
Petugas mengecek kondisi mulut sapi saat sosialisasi pencegahan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Pasar Hewan Gulang, Mejobo, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (8/1/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Petugas mengecek kondisi mulut sapi saat sosialisasi pencegahan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Pasar Hewan Gulang, Mejobo, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (8/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak di Jawa Tengah (Jateng) masih mengalami lonjakan signifikan. Hingga Rabu (8/1/2025), kasus yang sudah tercatat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng sebanyak 2.666 kasus.

"Sampai dengan Rabu pukul 23.59 WIB, kasus PMK itu di 2.666 ekor. Penambahannya 279 dari tanggal 7  sampai 8 ini," kata Plt Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jateng, Hariyanta Nugraha, ketika dihubungi, Kamis (9/1/2025). 

Baca Juga

Dari total kasus tersebut, sudah terdapat 76 ekor sapi yang mati dan 29 yang dilaporkan sembuh. Sementara sisanya masih dalam penanganan. 

Hariyanta mengungkapkan, peningkatan jumlah kasus PMK di Jateng terjadi seiring dengan semakin intensifnya kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh tim di tingkat kabupaten/kota. "Kemudian memang untuk yang kasus itu tidak semuanya dalam kondisi kasus sakit. Memang ada yang penanganan kesehatan, misalnya untuk dikasih vitamin dan sebagainya, itu juga kita masukkan di kasus suspek atau terduga untuk PMK tersebut," ucap Hariyanta. 

Dia menambahkan, saat ini kasus PMK sudah tersebar di 25 kabupaten/kota di Jateng, mencakup 207 kecamatan dan 496 desa. Kabupaten Blora menjadi daerah dengan kasus PMK terbanyak, yakni sekitar 440-an ekor. 

Hariyanta mengungkapkan, Pemprov Jateng sudah memperoleh 8.750 dosis vaksin dari pemerintah pusat. Vaksin tersebut telah didistribusikan antara lain ke Blora, Rembang, Pati, Jepara, Grobogan, Wonogiri, Sragen, Karanganyar, Sukoharjo, Boyolali, Brebes, Purworejo, Kebumen, dan Kota Semarang. 

Menurut Hariyanta, Blora memperoleh dosis terbanyak, yakni mencapai 2.000. "Blora memang sudah membuat usulan resmi kepada kami sebelum kasus merebak. Jadi bulan Desember mereka sudah mengusulkan ada vaksin, minta 2.000, kita penuhi. Kemudian beberapa kabupaten begitu ada infotmasi vaksin dari kementerian melalui APPSI (Asosiasi Peternak dan Penggemuk Sapi Indonesia) itu kemudian kita berikan kepada daerah-daerah yang memang mereka merespons cepat terkait dengan adanya vaksin tersebut," ucapnya. 

Meski Blora memiliki jumlah kasus PMK terbesar, Hariyanta mengatakan, Pemprov Jateng tetap melakukan penanganan kasus secara simultan. "Kita simultan, masing-masing kabupaten/kota sudah bergerak. Kita setiap hari memantau, kabupaten/kota melakukan apa, baik yang vaksinasi, pengobatan maupun KIE (komunikasi informasi edukasi), investigasi, dan disinfeksi itu, di hampir setiap kota yang sudah ada kasusnya. Mereka sudah bergerak serentak," ucapnya. 

Menurut Hariyanta, rencananya pada akhir Januari akan ada vaksinasi untuk 4 juta ekor hewan ternak di seluruh Indonesia. Vaksin akan diprioritaskan ke 12 provinsi yang telah mencatatkan kasus PMK. "Kemudian nanti Februari ada gerakan 'Bulan Bakti Vaksinasi' yang dilajsanakan secara serentak di beberapa provinsi yang sudah ada kasus PMK. Karena kunci keberhasilan vaksinasi dilakukan dalam jumlah banyak dan harus serentak," kata Hariyanta. 

Penyebab merebaknya PMK

Sebelumnya Hariyanta telah menjelaskan penyebab merebaknya kasus PMK di Jateng. Hal itu salah satunya disebabkan karena banyak hewan ternak yang belum divaksinasi.

Hariyanta menjelaskan, Pemprov Jateng sudah melakukan skrining hewan ternak yang diduga terserang PMK sejak Desember lalu. Skrining dilakukan setelah adanya laporan dari para peternak. 

"Memang dari hasil skrining itu, ternak-ternak yang terkena PMK itu adalah ternak-ternak yang belum tervaksin. Belum tervaksin karena memang ada penolakan-penolakan dari para peternak karena takut nanti ternyata (ternaknya) malah sakit dan sebagainya," ucap Hariyanta kepada Republika, Rabu (8/1/2025).  

Dia menambahkan, faktor lain yang menyebabkan kasus PMK merebak adalah telah menurunnya efektivitas vaksin. "Karena untuk pelaksanaan vaksinasinya itu harusnya secara teratur setiap enam bulan sekali atau dipercepat tiga bulan sekali. Kemarin dari hasil tracing kami itu ada ternak-ternak yang memang terkahir kali divaksin Mei 2023 dan belum divaksin lagi," ujarnya

Faktor lain penyebab maraknya kasus PMK di Jateng, kata Hariyanta, yakni sudah datangnya musim penghujan. "Ini sudah memasuki musim penghujan, sehingga memang risiko terhadap peningkatan kasus PMK meningkat lagi," ucapnya. 

Dia mengungkapkan, saat ini sudah ada tim koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk penanganan kasus PMK di Jateng. 

Hariyanta menambahkan, Pemprov Jateng juga akan terus melaksanakan kegiatan komunikasi informasi dan edukasi kepada para peternak. Proses tersebut turut melibatkan personel TNI/Polri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement