Selasa 24 Dec 2024 15:27 WIB

Dua Alasan Mengapa Penghapusan Rute Transjakarta di Jalur MRT Harus Ditolak Kata Pakar

Moda Transjakarta dan MRT dinilai punya pasar yang berbeda.

Rep: Bayu Adji P / Red: Teguh Firmansyah
Pengemudi berada di dalam armada baru bus listrik Transjakarta yang diparkir di Kawasan Monas, Jakarta, Selasa (10/12/2024).  PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) menambah armada sebanyak 200 unit bus listrik baru. 200 armada yang baru diluncurkan hari ini merupakan tambahan dari 100 bus listrik yang sebelumnya telah meluncurkan pada 2023. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan seluruh armada bus Transjakarta akan terelektrifikasi pada tahun 2030 untuk mendukung pencapaian emisi nol (Net Zero Emission) di tahun 2050.
Foto: Republika/Prayogi
Pengemudi berada di dalam armada baru bus listrik Transjakarta yang diparkir di Kawasan Monas, Jakarta, Selasa (10/12/2024). PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) menambah armada sebanyak 200 unit bus listrik baru. 200 armada yang baru diluncurkan hari ini merupakan tambahan dari 100 bus listrik yang sebelumnya telah meluncurkan pada 2023. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan seluruh armada bus Transjakarta akan terelektrifikasi pada tahun 2030 untuk mendukung pencapaian emisi nol (Net Zero Emission) di tahun 2050.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta mewacanakan akan menghapus layanan Transjakarta Koridor I (Blok M-Kota) usai proyek pembangunan MRT Fase 2A selesai. Pasalnya, rute Transjakarta itu berhimpitan dengan jalur MRT.

Ketua Inisiatif Strategis untuk Transportasi (Instran) Darmaningtyas menilai, wacana untuk menghapuskan layanan Transjakarta dengan alasan berhimpitan dengan jalur MRT merupakan sesuatu yang konyol. Sebab, pelanggan Transjakarta dan MRT memiliki karakter yang berbeda.

Baca Juga

"Ini jelas langkah yang tidak tepat," kata dia melalui keterangannya, Selasa (24/12/2024).

Menurut dia, wacana itu tidak akan keluar ketika pengambil kebijakan memahami kondisi atau karakter pelanggan MRT dan TJ. Sebab, karakter pelanggan Transjakarta itu berbeda dengan karakter pelanggan MRT, baik dari aspek sosial ekonomi, tarif, maupun pola perjalanannya. Karena itu, menurut dia, keberadaan MRT tidak bisa menggantikan layanan Transjakarta, meskipun rutenya berhimpitan.

Darmaningtyas menjelaskan, dari aspek sosial ekonomi, pelanggan MRT umumnya memiliki kelas sosial ekonomi yang lebih tinggi. Sebaliknya, pelanggan Transjakarta tidak seperti itu.

"Jadi dari aspek ini saja, sangat tidak realistis memindahkan pelanggan Transjakarta ke MRT. Begitu mereka dipaksa pindah ke MRT karena layanan TJ Koridor 1 dihapuskan, maka mereka akan pindah ke sepeda motor, dan ini jelas suatu kekonyolan yang tidak terampuni," ujar dia.

Kedua, dari segi tarif, MRT jelas jauh lebih mahal dibandingkan Transjakarta. Ia mencontohkan, untuk menggunakan layanan MRT dari Lebak Bulus ke Bunderan HI, tarifnya mencapai Rp 14 ribu. Sementara tarif Transjakarta Rp 3.500 sekali jalan tanpa menghitung jarak.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement